Gairahkan Sektor Properti Penuhi Kebutuhan Rumah

id gairahkan sektor, properti penuhi, kebutuhan rumah

Gairahkan Sektor Properti Penuhi Kebutuhan Rumah

Oleh Muhammad Razi Rahman

Jakarta, (Antarariau.com) - Perlambatan ekonomi nasional melanda berbagai bidang perekonomian, termasuk sektor properti, padahal rumah atau tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan pokok dari manusia, selain sandang (pakaian) dan pangan (makanan).

Untuk itu, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menyatakan bahwa kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintahan Kabinet Kerja juga harus dapat menggairahkan sektor properti yang kini sedang melambat baik dari segi produksi maupun pembelian.

"Kebijakan Kementerian Keuangan sebagai turunan dari paket kebijakan ekonomi, salah satunya menaikkan PPnBM sebesar 20 persen untuk properti dengan nilai Rp10 miliar. Kebijakan ini dinilai sebagai blunder karena dikeluarkan pada saat yang tidak tepat," kata Ketua Pusat Pajak Hipmi Ajib Hamdani dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (23/9).

Menurut Ajib Hamdani, kebijakan tersebut tidak tepat dikeluarkan pada kondisi ekonomi yang sedang tidak stabil dan pasar properti sedang melesu.

Ia berpendapat, rencana kenaikan pajak dikhawatirkan berpotensi memperburuk kondisi pasar. Terlebih lagi, ujar dia, paket kebijakan tersebut belum jelas kapan mulai ditetapkan.

"Pengusaha butuh kepastian hukum, sekarang bukan hanya pengembang yang ikut menahan, pembeli properti juga menahan dan hilangkan niat untuk membeli properti," ungkapnya.

Sebelumnya, Indonesia Property Watch menyatakan, perubahan aturan "loan-to-value" (LTV) atau proporsi antara uang muka dan cicilan kredit rumah membebani pelaku usaha sektor properti dibanding aturan sebelumnya.

"Aturan mengenai pengaturan LTV dan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) Inden yang baru sesuai PBI (Peraturan Bank Indonesia) 2015 menggantikan SE BI (Surat Edaran Bank Indonesia), 2013 dinilai banyak pihak malah memberatkan pergerakan sektor properti," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda.

Pasalnya, menurut dia, terdapat aturan-aturan mengenai KPR Inden yang ditambahkan sehingga malah memberi tekanan cukup besar bagi para pengembang.

Indonesia Property Watch menilai pelonggaran LTV untuk KPR Pertama yang dulu 70 persen kini diubah menjadi 80 persen membuat para konsumen bisa memiliki properti dengan hanya besaran uang muka lebih kecil dibandingkan sebelumnya.

Namun hal tersebut, lanjutnya, tidak berdampak signifikan untuk menggenjot penjualan karena sebelum dibuat pelonggaran ini pun para pengembang sudah melakukan strategi masing-masing untuk meringankan uang muka konsumen.

"Bisa dengan cicilan uang muka atau cash back dari pengembang yang seakan-akan membayarkan dulu uang muka konsumen. Namun sebenarnya yang menjadi permasalahan adalah mengenai aturan KPR Inden yang malah diyakini memberatkan para pengembang," paparnya.

Ia menjelaskan, KPR Inden merupakan bentuk pembiayaan yang saat ini dipilih oleh pengembang untuk dapat memperoleh biaya pembangunan rumah sebelum rumah selesai.

Aturan KPR Inden yang dulu hanya mensyaratkan adanya buy back guarantee yang merupakan pernyataan dari pihak pengembang sebagai jaminan. Namun saat ini aturan tersebut diperluas jaminannya menjadi dapat berbentuk aset tetap atau aset bergerak.

"Jaminan yang diberikan oleh pengembang kepada Bank dapat berupa aset tetap, aset bergerak, bank guarantee, standby letter of credit dan/atau dana yang dititipkan dan/atau disimpan dalam escrow account di Bank pemberi Kredit/Pembiayaan," ucapnya.

Menurut dia, ketentuan tersebut akan memukul tidak hanya pengembang besar melainkan juga pengembang menengah dengan modal tidak terlalu besar karena mereka harus memberikan jaminannya juga kepada bank melalui escrow account sedangkan sebenarnya jaminan tersebut bisa digunakan oleh mereka untuk memutar usahanya.

Bersambung ke hal 2 ...