Pekanbaru, (Antarariau.com) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menetapkan Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Lancang Kuning (Unilak) Pekanbaru Dr Ir EY MSi sebagai tersangka dugaan korupsi sebesar Rp2 miliar.
"EY diduga melakukan korupsi dana penelitian Badan Penelitian dan Pembangunan (Balitbang) Provinsi Riau tahun 2014 untuk sembilan judul penelitian dengan total anggaran Rp5.591.640.750," papar Kepala Seksi Penegakkan Hukum dan Humas Kejati Riau, Mukhzan di Pekanbaru, Selasa.
Dia berucap, atas dasar itu maka Kepala Kejati Riau Setia Untung Arimuladi menerbitkan surat penetapan tersangka Nomor Print : - 03/N.4/ Fd.1/ 05/2015 tanggal 26 Mei 2015 yang meminta kasus itu ditingkatkan ke penyidikan dengan tersangka EY dan kawan-kawan.
Mukhzan menegaskan, penyidik Kejati Riau segera mengagendakan pemeriksaan terhadap EY sebagai tersangka dugaan korupsi.
"Segera kita agendakan pemeriksaan saksi-saksi," ucapnya.
Kegiatan ini bermula pada tahun anggaran 2014 yang pada saat itu LPPM Unilak dikelola EY melakukan kerja sama dengan Balitbang Provinsi Riau untuk meneliti. Terdapat sembilan judul penelitian dengan total anggaran Rp5.591.640.750.
Kerja sama kegiatan penelitian antara LPPM UNILAK dan Balitbang Provinsi Riau sebagai tindak lanjut dari nota kesepakatan tentang Kerjasama Pembangunan Daerah Nomor: 074/BPP/445 dan Nomor: 122/Unilak-LPPM/C.06/2011 tanggal 11 Agustus 2011.
Dari hasil penyidikan ditemukan fakta, untuk sembilan judul hasil penelitian LPPM Unilak tersebut tidak pernah disebarluaskan dengan cara diseminarkan di depan mahasiswa dan dosen serta tidak pernah dipublikasikan di media cetak atau elektronik.
Begitu juga dengan tim pelaksana penelitian tersebut, tidak semua berasal dari dosen Unilak. Dalam melakukan penelitian itu, banyak dosen peneliti yang ternyata tidak pernah ikut penelitian, tapi dalam laporan pertanggungjawaban penggunaan dana penelitian tanda tangannya di palsukan dan adanya kuitansi fiktif.
"Berdasarkan alat bukti diatur dalam pasal 184 KUHAP, penyidik telah menyimpulkan adanya suatu peristiwa pidana terkait adanya dugaan kerugian keuangan negara untuk sementara ini sebesar Rp2 miliar," tuturnya.
Akibat perbuatannya itu, tersangka dijerat dengan pasal 46 ayat (3) Undang-undang No.12/2012 tentang Pendidikan Tinggi. Lalu, pasal 46 ayat (3) junto pasal 61 Peraturan Pemerintah No.58/2005 tentang pengelolaan keuangan daerah.
Kemudian, pasal 132 ayat (1) Permendagri No.13/2006 tentang Pedoman pengelolaan keuangan daerah dan pasal 26 ayat (3) dan (4) Perpres No.70/2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Perbuatan itu telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang No.31/1999 yang telah ditambah dan diubah dengan Undang-undang No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.