Kampar, Riau (Antarariau.com) - Ketua Fraksi Demokrat DPRD Kabupaten Kampar Provinsi Riau Rachmat Jevary Juniardo meminta Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) untuk melakukan inventaris seluruh desa, terutama desa-desa yang ingin melakukan pemekaran
"Hal itu dilakukan sehubungan dengan banyaknya usulan pemekaran desa di Kabupaten Kampar," kata Rachmat Jevary yang biasa dipanggil Ardo di Bangkinang, Ibu Kota Kabupaten Kampar, Rabu (22/4).
Ketika itu Ardo usai mengikuti rapat paripurna DPRD Kampar dengan agenda penyampaian pandangan umum fraksi-fraksi terhadap rancangan peraturan umum daerah (Ranperda) Pembentukan Desa, Ranperda Pemilihan Kepala Desa, Ranperda Pedoman Pengelolaan Pasar Desa dan Ranperda Pengelolaan Barang Milik Daerah di ruang rapat paripurna DPRD Kampar.
Ia mengatakan, dari invetarisasi itu, maka menjadi tahu wilayah mana saja yang layak dimekarkan, dan harus mengetahui persoalan ditingkat bawah.
Rencana pemekaran suatu wilayah menurut alumnus Universitas Kebangsaan Malaysia itu adalah masalah yang sensitif. Oleh sebab itulah diminta peran aktif dari satuan kerja yang bersangkutan untuk mengetahui layak atau tidaknya pemekaran dilakukan.
Berkaitan dengan pembentukan desa adat, lanjut Ardo, sebagaimana disampaikan Fraksi Demokrat pada pandangan umum itu, dalam undang-undang tentang desa yang baru yakni Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 ada perubahan mendasar terhadap desa yakni mengakomodir keragaman budaya Indonesia yang melekat di desa dengan memberikan kewenangan untuk membentuk desa adat namun tetap dalam falsafah bhinneka tunggal ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang secara eksplisit memberikan gambaran terhadap eksistensi adat dan budaya yang sedikit sudah mulai tergerus oleh perkembangan dan peradaban zaman.
Dalam undang-undang ini, lanjut dia, diperkenankan membuat sebutan lain dengan nama desa adat, dengan memberikan pengaturan khusus terhadap desa adat.
"Dan satu hal yang perlu diingat bahwa desa adalah self governing community berdaulat dan berbasis musyawarah, bukan entitas otonom seperti halnya kabupaten," kata Ardo.
Ia melanjutkan, bahwa desa ditempatkan dalam pemerintahan kabupaten sehingga kontrol pelaksanaan pemerintahannya tetap berada dibawah pengawasan pemerintah kabupaten. (Adv)