Kemen LHK Protes Vonis Bebas Praperadilan Karhutla Riau

id kemen lhk, protes vonis, bebas praperadilan, karhutla riau

Kemen LHK Protes Vonis Bebas Praperadilan Karhutla Riau

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan akan mengambil tindakan protes terkait vonis praperadilan yang membebaskan tersangka pembakar hutan dan lahan di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau.

"Kita belum terima salinan putusan, namun tentunya akan kita pelajari untuk menentukan upaya hukum selanjutnya apakah kita akan PK (Peninjauan Kembali) atau kasasi," kata Kepala Bidang Penegakan Hukum Kementerian Lingkungah Hidup dan Kehutanan (LHK), Himsar Sirait, ketika dihubungi Antara dari Pekanbaru, Kamis.

Ia mengatakan pihaknya sudah mengetahui perihal vonis praperadilan yang membebaskan seorang pengusaha bernama Mastur alias Asun, yang sebelumnya sempat menjadi buronan dalam kasus dugaan pembakaran lahan. Selain mengupayakan langkah hukum untuk terus melawan, Himsar mengatakan pihaknya akan segera mengirimkan surat ke Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) untuk membantu menyoroti proses hukum kasus itu.

"Kita segera menyurati KY dan MA," tegas Himsar.

Sebelumnya, putusan Hakim Tunggal Wiwin Sulistian SH, yang mengabulkan gugatan seorang pengusaha bernama Mastur alias Asun dalam sidang praperadilan terkait kasus dugaan kebakaran hutan yang dituduhkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten, di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau, Rabu lalu (11/3).

Dalam perkara itu, Asun mempersoalkan penangkapan dirinya oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada awal tahun ini, serta menggugat kementerian untuk menghentikan kasus yang dituduhkan tentang pengrusakan lingkungan.

Salah satu pertimbangan hakim mengabulkan gugatan Asun adalah kasus itu pernah ditangani oleh kepolisian setempat sebelum ditangani oleh pihak kementerian. Pada akhirnya, dengan alasan kurang barang bukti, Polres Inhu menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan (SP3) dalam kasus dugaan pembakaran lahan yang dituduhkan kepada Asun pada tanggal 6 Februari 2011.

Putusan tersebut memerintahkan penyidik kementerian lingkungan hidup untuk melepaskan Asun, mengembalikan barang bukti serta menghentikan proses penyidikan karena SP3 yang dikeluarkan oleh Polres Inhu berkekuatan hukum.

Padahal, sebelumnya tim gabungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama kepolisian menangkap Asun di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru pada tanggal 15 Januari 2015. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memasukan Asun dalam daftar pencarian orang (DPO) atau buronan sejak 2011. Asun disangkakan melakukan pembakaran hutan di Taman Nasional Tesso Nilo seluas 300 hektare.

Sejak ditetapkan masuk DPO, penyidik tetap melengkapi berkas Asun. Pada 2013, penyidik menyatakan berkas Asun lengkap (P21), namun belum bisa menangkapnya.

Dengan begitu, ini adalah kedua kalinya KemenLHK menyurati KY dan MA terkait ketidakpuasan terhadap proses hukum dipengadilan dalam penangaanan kasus kebakaran lahan dan hutan di Riau. Kementerian sebelumnya melakukan tindakan serupa terkait putusan pengadilan dalam perkara kebakaran lahan di Kabupaten Pulau Meranti, Riau. Putusan itu menyatakan terdakwa dari PT National Sago Prima (NSP) bebas dari segala tuduhan.

Pada Januari 2015, Pengadilan Negeri (PN) Bengkalis membebaskan dua petinggi PT NSP terkait kasus kebakaran lahan. Mereka yaitu General Manajer Erwin dan Manajer NSP Nowa Dwi Priono. Keputusan itu bertolak belakang dengan tuntutan JPU terhadap Erwin yaitu enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar. JPU juga menuntut hukuman 18 bulan penjara pada Nowa Dwi Priono atas kasus limbah berbahaya

Sementara itu, vonis terhadap perusahaan yang diwakili Direktur Utama Eris Ariaman juga lebih rendah dari tuntutan jaksa. Hakim menjatuhkan denda Rp2 miliar kepada perusahaan dan denda tambahan berupa melengkapi alat pencegahan kebakaran sesuai dengan petunjuk dalam jangka waktu satu tahun.

Vonis terhadap anak perusahaan Sampoerna Agro Grup itu lebih ringan dibanding tuntutan JPU yang menuntut denda Rp5 miliar dan pidana tambahan Rp1,046 triliun untuk memulihkan lahan yang rusak akibat kebakaran hutan dan lahan.