Pekanbaru, (Antarariau.com) - Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) menyatakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terutama asing terus menekan industri produksi kertas dalam negeri melalui kampanye negatif ke berbagai negara tujuan ekspor di tahun 2015.
"Kita memang tidak bisa terhindar karena ketika melakukan kegiatan, mesti harus ada asap. Tapi industri kita itu sudah jauh berkurang karena kulit kayu atau sampahnya dijadikan bahan bakar. Cuma mereka (LSM) tetap recokin kita masalah hutan," kata Wakil Ketua APKI, Rusli Tan melalui telepon di Pekanbaru, Kamis.
Menurut dia, seperti tahun-tahun sebelumnya industri pulp dan kertas Indonesia diserang kampanye negatif yang dilakukan LSM asing seperti Greenpeace, World Wildlife Fund, Greenomics, Rainforest Action Network, Mongabay dan sejumlah LSM dalam negeri.
Adapun alasan LSM tersebut ialah kerusakan hutan atau deforestasi yang berakibat terjadinya spesies langka baik flora maupun fauna yang berujung pada permintaan untuk memboikot kertas yang diproduksi Indonesia.
Para penggiat lingkungan itu, lanjut dia, selalu aktif meributkan masalah praktek pembalakan liar yang hinga kini masih terjadi, kemudian terjadinya lahan terlantar yang masih banyak serta terakhir kebakaran hutan dan lahan yang masih sulit dikendalikan.
Namun, masalah itu sedikit bisa lebih di tekan, jika pemerintah mau memanfaatkan sarjana kehutanan dari berbagai perguruan tinggi dengan memberikan ratusan hektare lahan terlantar, untuk segera ditanami berbagai jenis pohon.
"Indonesia tidak mungkin, tidak ada orang yang ribut karena daya saing produksi pulp dan kertas kita sangat tinggi. Matahari menyinari sepanjang tahun dan alam yang sumur, sedangkan produsen kertas di luar negeri sudah banyak yang tutup," ucap Rusli.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai ekspor pulp dan kertas di Provinsi Riau pada periode Januari-September 2014 mengalami penurunan sebesar 103,84 ribu dolar AS dibandingkan periode yang sama pada tahun 2013.
Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, Mawardi Arsyad menjelaskan, merosotnya kinerja ekspor di sektor industri tersebut tidak bisa dihindari karena pengaruh dari melemahnya ekonomi dunia.
Direktur Industri Hasil Hutan Dan Perkebunan Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Pranata akhir tahun lalu meminta Permendag No.64/2012 tentang hasil hutan dan pertanian dari voluntari menjadi mandatori untuk produk kertas agar direvisi karena dikhawatirkan menganggu kinerja ekspor.
"Jika dua kebijakan ini tetap dipaksakan dan berakibat pada penurunan kinerja ekspor pulp dan kertas, nantinya maka Kementerian Perdagangan bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan patut dimintai pertangggunjawaban," katanya.
Besarnya beban yang harus ditanggung industri pulp dan kertas serta banyaknya kendala yang terjadi selama ini, kata Pranata, membuat pihaknya tidak berani mematok pertumbuhan ekspor industri pulp dan kertas pada 2015 terlalu tinggi.
"Kalau dilihat dari kondisi yang ada, saya perkirakan pertumbuhan ekspor tidak lebih dari 6-7 persen," paparnya, memperkirakan.
Berita Lainnya
Kemenperin percepat target net zero emission industri dengan tekan limbah dan emisi
13 October 2023 12:07 WIB
Pengamat nilai pelaku industri perlu dilibatkan tekan prevalensi perokok
07 August 2021 16:07 WIB
KLHK berhasil tekan konflik hutan tanaman industri di Riau, begini penjelasannya
30 January 2020 7:41 WIB
Izin Tak Lengkap Menara Telekomunikasi Disegel Aparat
03 April 2017 15:30 WIB
Jokowi Jenguk Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Hasyim Muzadi
15 March 2017 11:05 WIB
Pemko Batu Alokasikan Rp4,3 Miliar Untuk Bantu Ibu Hamil
07 February 2017 10:50 WIB
Liburan Imlek, Pantai Selatbaru di Bibir Selat Malaka Dipadati Pengunjung
29 January 2017 21:40 WIB