Pekanbaru, (Antarariau.com) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau menyoroti kinerja badan usaha milik daerah (BUMD) di sektor minyak dan gas bumi (migas) PT Sarana Pembangunan Riau yang belum menunjukkan hasil memuaskan.
"Kita sebetulnya bangga dengan awal pembentukan perusahaan migas (SPR) ini. Namun, kita melihat persoalan yang terjadi seperti produksi terus turun dan ditambah persoalan lainya," kata anggota Komisi D DPRD Provinsi Riau, Bagus Santoso di Pekanbaru, Rabu.
Dia mengatakan, pendirian kantor perusahaan sektor migas tersebut yang berada di Ibu Kota DKI Jakarta telah menelan biaya yang cukup besar untuk operasional sehari-hari SPR dan menjadi salah satu persoalan selama ini.
Belum lagi SPR telah menggandeng pihak ketiga atau salah satu perusahaan asing bernama Kingswood dalam mengelola Blok Langgak, sehingga mereka harus membayar jasa yang diberikan perusahaan tersebut.
"Kemudian ada juga anak-anak perusahaan lain. Berapa lagi yang didapat untuk Provinsi Riau selaku pemengang saham utama?. Kalau BUMD ini sudah tidak sesuai dengan yang diharapkan, seharusnya untuk apa dipertahankan," katanya, menegaskan.
Yusuf Sikumbang, anggota DPRD Provinsi Riau menyampaikan pendapat yang tidak jauh beda. Dia mengatakan, berdirinya BUMD di sektor migas yang mengeruk hasil bumi di provinsi tersebut tidak sesuai dengan tujuan awal pembentukan.
"Kita bisa lihat, awalnya SPR ini kan untuk membangun atau membantu pembangunan di Riau. Namun sekarang, malah berlainan dengan rencana awal. Ditambah lagi ada anak perusahaan. Hal ini tentunya perlu dilakukan evaluasi," ucapnya.
Pada November tahun lalu, Komisi C DPRD Provinsi Riau membawahi bidang keuangan sangat menyayangkan kecilnya deviden dari PT Sarana Pembangunan Riau yakni hanya Rp10,2 miliar dibanding modal disuntikan sejumlah Rp49 miliar oleh Pemprov Riau.
"Kinerja SPR jauh sekali dibanding dengan PT Bumi Siak Pusako yang sama-sama mengelola ladang minyak. BSP diberikan modal Rp46 miliar, tetapi deviden yang telah diberikan mencapai Rp157 miliar," kata anggota Komisi C DPRD Provinsi Riau, Supriati.
Oleh karena itu, lanjut dia, SPR harus diaudit terlebih dahulu keuangannya untuk mengetahui secara jelas apa masalahnya. SPR sendiri dalam usahanya mengelola ladang minyak Blok Langgak mulai dilakukan sejak tahun 2010.
Data menyebutkan, jumlah produksi Blok Langgak sebanyak 781 ribu barrel selama empat tahun. Setelah dihitung-hitung dengan harga minyak 90 dolar AS per barrel, maka SPR dalam penghasilan bisa berkisar pada angka Rp196 miliar dalam setahun.
"Setelah kami hitung, SPR bisa mendapatkan Rp196 miliar satu tahun. Tapi kenapa devidennya hanya Rp10,2 miliar?" ucap anggota Komisi C lainnya, Ilyas HU.
Rahman Akil, Direktur Utama SPR menanggapi hal tersebut mengatakan produksi minyak perusahaan yang dipimpinnya sangat jauh dibandingkan dengan BSP yang mengelola Blok CPP dengan produksi 18 ribu barrel per hari.
"Hasil produksi kita dibagi dengan pemerintah pusat dan ketika menjual juga terkena pajak berkisar 46-47 persen, net, dan lain-lainnya," katanya, menjawab.
Berita Lainnya
DPRD Riau minta Disdik antisipasi calon siswa "titipan" saat PPDB
02 May 2024 18:33 WIB
Suara NasDem Riau naik 105 persen, rebut dua kursi pimpinan DPRD kabupaten
08 April 2024 21:31 WIB
Repol : Bulan puasa tak jadi penghalang tampung aspirasi rakyat
30 March 2024 10:35 WIB
DPRD Riau telusuri dugaan jual beli lahan manggrove di Meranti
15 March 2024 13:52 WIB
Anggota DPRD Riau minta pemprov perbaiki jalan rusak di Rohul
14 March 2024 14:00 WIB
GALERI FOTO - Komisi V DPRD Riau kunjungan observasi ke Disdik Kepri
08 March 2024 10:15 WIB
Gantikan Sulastri, Kartika Roni dilantik sebagai Anggota DPRD Riau
07 March 2024 15:18 WIB
Komisi III DPRD Riau bakal evaluasi BUMD merugi
06 March 2024 18:17 WIB