Ramallah, Palestina (ANTARA) - Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada Jumat (1/8) mengatakan bahwa kepemimpinan Palestina menginginkan negara Palestina yang bebas dari militerisasi, termasuk Jalur Gaza.
Pernyataan tersebut disampaikannya saat bertemu dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman Johann Wadephul di kantor pusat kepresidenan di Kota Ramallah, Tepi Barat, menurut kantor berita Palestina WAFA.
Baca juga: Macron Desak Israel Buka Akses Gaza: Bantuan Udara Saja Tak Cukup
Abbas menekankan prioritas saat ini adalah gencatan senjata segera dan permanen di Gaza, masuknya bantuan kemanusiaan untuk menghentikan "perang kelaparan" serta pembebasan sandera dan tahanan.
Ia menekankan pentingnya negara Palestina untuk mengambil alih tanggung jawab penuh di Jalur Gaza dengan dukungan Arab dan internasional serta penarikan penuh Israel.
Ia juga menyerukan kepada Israel untuk menghentikan aktivitas permukiman di Tepi Barat, menghentikan upaya aneksasi, dan mengakhiri "terorisme pemukim" serta membebaskan dana Palestina yang ditahan.
Abbas menegaskan kesiapannya untuk mengadakan pemilihan umum, yang tidak akan melibatkan kekuatan politik dan individu yang tidak mematuhi program dan komitmen Organisasi Pembebasan Palestina (Palestine Liberation Organization/PLO), legitimasi internasional serta prinsip satu negara, satu hukum, dan "satu senjata yang sah."
Baca juga: Jumlah Korban Tewas di Gaza Tembus 60 Ribu sejak Serangan Israel Dimulai
Sementara itu, Menlu Jerman menekankan pentingnya bagi negara Palestina untuk mengambil alih pemerintahan di Jalur Gaza setelah berakhirnya perang karena itulah satu-satunya entitas sah yang mewakili rakyat Palestina dan sangat penting bagi negara Palestina untuk berkontribusi dalam rekonstruksi Gaza, demikian dilansir WAFA.
Ia menekankan kesiapan negaranya untuk memberikan dukungan dan kontribusi yang diperlukan bagi Otoritas Palestina dalam upaya rekonstruksinya.
Ia juga mendesak Israel untuk melepaskan dana Palestina yang saat ini ditahan, seraya menekankan bahwa dana tersebut merupakan hak Palestina dan penahanannya yang terus berlanjut mengancam stabilitas.