Pekanbaru, (Antarariau.com) - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyatakan ada sejumlah strategi operasional yang harus dilaksanakan Menteri KKP dalam memberantas pencurian ikan dan meningkatkan kesejahteraan nelayan.
"Untuk kesejahteraan nelayan Pemerintah harus tetap memberikan subsidi BBM bagi nelayan serta memperbaiki infrastruktur distribusi BBM di kampung nelayan," kata Ketua Dewan Pembina Pusat KNTI, M Riza Damanik, dalam surat elektroniknya diterima di Riau, Minggu.
Ia mengatakan itu terkait Presiden Jokowi telah membentuk Menko Bidang Kemaritiman, dan tugas KKP fokus memperkuat lumbung pangan perikanan, memulihkan kesejahteraan nelayan/petambak, memulihkan ekosistem pesisir dan pulau kecil. Sedangkan operasionalisasinya tiga sampai enam bulan ke depan.
Menurut Riza, upaya pertama adalah pemberantasan pencurian ikan. Rencana Menteri Kelautan dan Perikanan melakukan moratorium harus diikuti dengan tiga strategi operasional yakni perlu dimulai dengan memeriksa kapal ikan eks asing.
Ia mengatakan, meski mendapat izin dari KKP, di antara kapal tersebut masih menggunakan ABK asing dan mendaratkan ikannya di luar negeri.
"Upaya kedua yakni Menteri harus mengecek kesesuaian bobot (GT) kapal dengan izin yang dipegang oleh pengusaha. Dari sini akan diketahui praktik "under-reported" baik bobot, jumlah ikan yang dilaporkan, termasuk kebocoran BBM bersubsidi," katanya,
Ketiga, pemerintah harus memantau jumlah izin dengan realisasi pembangunan Unit Pengolahan Ikan (UPI). Maka akan diketahui sederet perusahaan yang tidak menjalankan hilirisasi produk perikanan sesuai prasyarat perijinan.
Jika ketiganya dilakukan, berpotensi menyelamatkan sekurang-kurangnya Rp1,3 triliun PNBP.
Selain itu, subsidi BBM bagi nelayan kecil tidak boleh dicabut. KNTI mendukung pencabutan subsidi bagi kapal berbobot lebih dari 30 GT. Tetapi tidak bagi nelayan kecil dengan kapal berbobot kurang dari 30 GT. Selain nilai subsidinya terbilang kecil dibanding subsidi BBM keseluruhan, sekitar 60-70 persen konsumsi ikan domestik adalah tangkapan nelayan kecil.
"Apalagi, kehadiran negara juga belum optimal di kampung nelayan akibat informasi cuaca, harga, dan lokasi penangkapan ikan belum sampai ke kampung nelayan. Akibatnya nelayan melaut penuh ketidakpastian, berburu, spekulatif, hingga in-efisien dalam penggunaan BBM. Sekitar 60-70 persen ongkos produksi untuk beli BBM," katanya.
Selain itu, sentuhan teknologi atau layanan informasi bagi nelayan dibutuhkan untuk menekan ongkos BBM hingga 30-40 persen.
Diperlukan pembenahan infrastruktur distribusi BBM di kampung nelayan. Saat ini sebagian besar kampung nelayan tidak memiliki penyalur resmi BBM, sehingga harga BBM di kampung nelayan selalu lebih tinggi dari yang ditetapkan.
"Oleh karena itu, pemerintah harus membangun infrastruktur penyalur BBM terlebih dahulu sehingga harga beli BBM oleh nelayan sama dengan seluruh rakyat," katanya.
Sesuai Konstitusi UUD 1945, UU Perikanan, Nawacita, bahwa usaha perikanan indikatornya bukan semata-mata bisnis, PNBP dan ekspor. Paling utama adalah terpenuhi pangan rakyat, terciptanya lapangan pekerjaan baru, meningkatnya kesejahteraan nelayan, semakin pulihnya lingkungan dan adab kebaharian bangsa, serta kuatnya kedaulatan RI di laut.
Gebrakan diawal kepemimpinan Menteri KKP Susi Pudjiastuti perlu terus dijaga semangat dan konsistensinya. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membuka data perijinan kapal ikan adalah terobosan besar yang patut mendapat apresiasi dan dukungan.