Bakteri penyelamat bumi: kisah pemulihan tanah

id Bioremidiasi

Bakteri penyelamat bumi: kisah pemulihan tanah

Semangat Kemerdekaan, Pekerja Migas PHR Teguh Jaga Ketahanan Energi Negeri (ANTARA/HO-PHR)

Pekanbaru (ANTARA) - Di antara bentangan kebun sawit yang menghijau menjadi hamparan karpet alam di Riau, tanah tak selalu bercerita tentang subur dan makmur. Ada upaya, ada inovasi untuk meningkatkan kemanfaatan dari bumi. Di beberapa sudut wilayah kerja Pertamina Hulu Rokan (PHR), tanah menyimpan cerita panjang, tentang kejayaan energi yang digali, tentang kehidupan yang dihidupi, dan tentang pemberi manfaat bagi para perawatnya.

Di sanalah kisah ini bermula tentang merawat serta memuliakan tanah, dan tentang upaya untuk dampak berkelanjutan, perlahan-lahan, dengan bantuan makhluk mikroskopis yang tak kasatmata: bakteri bioremediasi.

Lebih dari seabad silam, wilayah Rokan menjadi salah satu tulang punggung energi Indonesia. Sumur-sumur minyak mengalirkan hasil bumi ke seluruh penjuru negeri. Tapi seiring waktu, sebagian tanah yang menjadi tapak industri tak lagi sama. Bukan saja soal usia, namun tanah letih perlu peremajaan dengan kiat alam. Faktor cuaca serta pemanasan global, tanah-tanah itu menjadi padat, kehilangan struktur alami, dan kehilangan daya dukung ekologisnya.

“Pemulihan tanah adalah upaya untuk meningkatkan kembali fungsi serta manfaat tanah bagi masyarakat sekitar. Ini butuh perawatan yang berkelanjutan” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Siak Amin Soimin.

Bioremediasi: Teknologi yang Lembut Namun Tangguh

Di antara berbagai metode pemulihan lingkungan, bioremediasi menempati tempat yang unik. Alih-alih memakai bahan kimia atau memindahkan tanah tercemar, metode ini justru mengandalkan kehidupan untuk menyelamatkan kehidupan lainnya: bakteri-bakteri pengurai hidrokarbon yang secara alami bisa memakan polutan dan mengubahnya menjadi zat tak berbahaya.

"Bakteri bioremediasi bekerja seperti petugas kebersihan alamiah. Mereka memakan sisa-sisa minyak bumi, memecahnya, dan menjadikannya bagian dari siklus karbon yang normal,” jelas VP Remediation and Asset Retirement PHR Regional 1 Sumatra, Ovulandra Wisnu Widyastho

PHR menggunakan pendekatan landfarming, yakni teknik memperlakukan tanah tercemar seperti ladang yang digarap. Tanah diolah secara teratur, ditambahkan nutrisi dan bakteri, serta dijaga kelembapan dan sirkulasinya. Proses ini bisa berlangsung selama berbulan-bulan, tergantung tingkat kondisi fisik tanah.

“Kalau seperti orang, tanah itu seperti pasien rawat jalan. Butuh perawatan harian, tidak instan. Tapi kalau tekun, hasilnya akan terlihat,” ujar Ovu.

Pertamina Hulu Rokan tidak sendiri. Dalam setiap langkahnya, mereka melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian ESDM, dan SKK Migas. Pendekatan ini menjadi bagian dari strategi nasional pemulihan lahan terkontaminasi.

“Di wilayah kerja kami, bioremediasi dilakukan bukan hanya karena kewajiban regulasi. Tapi juga karena kami percaya lingkungan yang baik adalah warisan terbaik,” ujarnya.

Hingga pertengahan 2025, PHR telah berhasil meremediasi lebih dari 300 ribu ton tanah tercemar di wilayah kerja Rokan. Beberapa lahan yang sebelumnya hanya ditumbuhi semak kering kini berubah menjadi kebun produktif milik masyarakat. Di beberapa titik, tanaman seperti jagung, singkong, bahkan tanaman hias tumbuh kembali. Berkat kinerja serta keindahan dari sunyi para bakteri.

Di pinggiran Kabupaten Siak, lahan seluas sekitar 10 hektar yang dulu menjadi lokasi sludge pit kini berubah wajah. Tak ada lagi bau menyengat. Tak ada lagi tanah lengket hitam. Sebaliknya, di atas tanah itu kini tumbuh tanaman sawit yang mampu memberi manfaat bagi masyarakat sekitar.

“Saya tak pernah bayangkan tanah ini lebih subur dari sebelumnya,” kata Roy Safroi, seorang pemilik lahan sawit. Menurut Roy, perubahan ini terjadi setelah program bioremediasi oleh PHR dilakukan konsisten selama hampir satu tahun. Tanah diuji, diolah, dan dipantau hingga hasil laboratorium menyatakan kadar Total Petroleum Hydrocarbon (TPH)-nya turun drastis.

“Kami juga diajak ikut pelatihan, bagaimana cara menjaga lahan yang sudah bersih agar tetap subur,” katanya.

Namun, kerja-kerja bioremediasi bukan hanya tentang sains. Ada sisi sosial yang tak kalah penting. Bagi PHR, setiap lokasi remidiasi adalah titik dialog antara industri dan masyarakat.

PHR juga berkolaborasi dengan pemerintah daerah, seperti Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Siak dan Bengkalis. Kepala DLH Siak, Amin Soimin, menyebut bahwa program bioremediasi Pertamina memberi contoh nyata bagaimana industri bisa berjalan seiring dengan pelestarian lingkungan.

“Kita tidak menutup mata bahwa ada dampak dari aktivitas migas. Tapi kita juga melihat komitmen mereka untuk menyembuhkan,” kata Amin. “Dan remidiasi ini adalah bentuk tanggung jawab yang konkret.”

Upaya bioremediasi bukan akhir, tapi justru langkah awal menuju pengelolaan lingkungan yang lebih berkelanjutan. PHR berencana mengembangkan teknologi bioaugmentation, di mana bakteri-bakteri unggul hasil kultur laboratorium ditambahkan untuk mempercepat proses pemulihan.

“Sekarang kami sedang memetakan mikroba lokal dari tanah Riau yang bisa dipakai untuk mempercepat bioremediasi. Ini seperti mencari pahlawan super dari tanah sendiri,” ujar Ovu.

Dengan pendekatan ini, PHR berharap proses remidiasi bisa lebih efisien, tidak hanya cepat tapi juga berdampak lebih luas. Bakteri yang dulu dianggap sekadar organisme pengganggu kini menjadi ujung tombak pelestarian lingkungan.

Tak semua yang rusak bisa diperbaiki. Tapi tanah yang pernah memberi kehidupan, layak untuk diperjuangkan. Di bawah sorot matahari Riau, di tengah hamparan sawit dan jembatan Siak yang membentang megah, ada kerja senyap dari jutaan bakteri yang menyelamatkan bumi—setitik demi setitik, partikel demi partikel.

Pertamina Hulu Rokan telah memilih jalan panjang: jalan penyembuhan, jalan keberlanjutan. Dan di jalan itu, mereka tidak berjalan sendiri. Ada masyarakat, ada ilmuwan, ada alam yang bekerja bersama.

Karena menyelamatkan bumi bukan soal proyek besar. Tapi soal tekad kecil yang dikerjakan setiap hari. Seperti tanah yang kembali bernapas, seperti harapan yang kembali tumbuh.

Pewarta :
Editor: Afut Syafril Nursyirwan
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.