Hak Veto PBB Harus Direformasi, Akademisi Serukan Keadilan Global

id PBB, Hak Veto

Hak Veto PBB Harus Direformasi, Akademisi Serukan Keadilan Global

Seruan untuk mereformasi sistem internasional mendominasi Sidang Umum ke-79 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York,AS (24-29 September 2024), ketika para pemimpin dunia dan menteri luar negeri menyoroti ketidakmampuan lembaga-lembaga global dalam menangani konflik yang sedang berlangsung, krisis kemanusiaan, dan tantangan ekonomi. (ANTARA/Anadolu)

Amerika Serikat (ANTARA) - Reformasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) harus menyentuh perubahan terhadap hak veto anggota tetap Dewan Keamanan PBB untuk menjamin keadilan dan kesetaraan antarbangsa di tingkat PBB, kata akademisi ilmu politik dari Universitas Terbuka.

Menurut akademisi di Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial dan Politik (FHISIP) Universitas Terbuka, Insan Praditya Anugrah, negara-negara pemegang hak veto kerap memanfaatkan haknya untuk menjaga kepentingan mereka yang berbeda-beda terhadap suatu kawasan dunia.

Baca juga: Palestina Diakui 4 Negara Veto DK PBB, Hanya AS Menolak

“Selama Dewan Keamanan PBB masih dikuasai lima anggota tetap dengan kepentingan yang terbagi, maka dunia tidak akan mencapai perdamaian,” kata Insan dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Senin.

Setelah Perang Dingin berakhir, hak veto masih kerap digunakan oleh negara-negara yang tampak berupaya melindungi kepentingan ekonomi dan politik di kawasan yang mereka anggap strategis selain dalam rangka mempertahankan kepentingan domestik, kata dia.

Insan memandang bahwa hak veto adalah salah satu faktor yang menyebabkan lembaga PBB tak mampu secara optimal menyelesaikan konflik berkepanjangan maupun pelanggaran HAM di Ukraina, Palestina, maupun Afrika dan kawasan konflik lain.

“Amerika Serikat pun kebanyakan memveto resolusi perdamaian untuk konflik Israel-Palestina,” ucap dia, menambahkan.

Ia menilai bahwa dominasi negara-negara besar melalui hak veto adalah tidak selaras dengan semangat keadilan dan kesetaraan antarbangsa.

"Dengan hak veto yang hanya dimiliki negara-negara hegemonik, maka resolusi PBB sia-sia dan lembaga ini tidak akan berhasil menciptakan perdamaian dunia,” kata dia.

Akademisi itu pun meyakini bahwa reformasi PBB yang menyentuh hak veto, termasuk pertimbangan pencabutannya, dapat memastikan kesetaraan antara negara-negara anggota PBB dalam pengambilan keputusan untuk mengakhiri konflik dan menjaga independensi PBB.

Pekan lalu, Wakil Juru Bicara PBB Farhan Haq menyampaikan bahwa reformasi Dewan Keamanan PBB hanya dapat dilakukan jika negara-negara besar mau mendengarkan anggota-anggota PBB lainnya dan sepakat melakukan perubahan.

Baca juga: Rusia kecam veto AS yang gagalkan upaya PBB hentikan pembantaian di Gaza

"Negara-negara utama di Dewan Keamanan perlu mendukung perubahan itu,” ujar Haq dalam jumpa pers pada Jumat (24/10).

"Pada akhirnya yang dibutuhkan adalah mereka mendengarkan suara seluruh negara anggota lain tentang bagaimana Dewan Keamanan dapat berfungsi secara efektif, yaitu dengan direformasi," katanya, menambahkan.

Pewarta :
Editor: Vienty Kumala
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.