Komisi XIII DPR RI Serap Aspirasi Masyarakat Riau Terkait Revisi UU LPSK

id Komisi XIII,LPSK

Komisi XIII DPR RI Serap Aspirasi Masyarakat Riau Terkait Revisi UU LPSK

Komisi XIII DPR RI melaksanakan kunjungan kerja ke Riau guna melaksanakan konsultasi publik untuk menyerap aspirasi terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban setelah sebelumnya Komisi XIII  berhasil memasukkan RUU tersebut ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas DPR RI Tahun 2025. (Uluan Manurung)

Pekanbaru (ANTARA) - Komisi XIII DPR RI melaksanakan kunjungan kerja ke Riau guna melaksanakan konsultasi publik untuk menyerap aspirasi terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban setelah sebelumnya Komisi XIII berhasil memasukkan RUU tersebut ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas DPR RI Tahun 2025.

Forum konsultasi publik tersebut dihadiri perwakilan dari jajaran Kanwil Kementerian Hukum, Polda Riau, Kanwil KemenHAM dan Ditjenpas, Kejari, BNN, Ombudsman, BP3MI, UPT PPA, Dinsos Provinsi Riau, DP3APM, Kontras Riau, PERADI Riau, Majelis Kehormatan Notaris Wilayah Riau, YLBHI-LBH Pekanbaru, Pusat Advokasi Hukum & HAM Riau dan berbagai organisasi penegakan hukum lainnya, Rabu.

Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Dewi Asmara mengatakan melalui kegiatan tersebut Komisi XIII DPR RI ingin mendapatkan masukan secara langsung aspirasi dari berbagai pihak yang selama ini berinteraksi dengan korban dan saksi-saksi tindak pidana.

Selain itu juga, sebutnya, Komisi XIII DPR RI ingin mendapat masukan terkait penguatan kelembagaan LPSK maupun masukan terhadap substansi pokok materi muatan pasal per pasal dalam Perubahan kedua Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban.

Dikatakannya, perlindungan menyeluruh terhadap saksi dan korban perlu dilakukan namun regulasi yang berlaku saat ini belum sepenuhnya menjawab tantangan di lapangan.

"Perkembangan kejahatan trans nasional, kejahatan seksual, eksploitasi perempuan dan anak serta pelanggaran HAM berat menuntut adanya reformasi hukum yang menyentuh akar permasalahan secara komprehensif", ucapnya.

Sehingga, hal ini penting untuk memastikan bahwa substasi revisi RUU mencakup perluasan perlindungan jaminan terhadap justice collaborator serta penguatan aspek layanan medis, psikologis dan kompensasi, ujarnya.

Kunjungan kerja ini diharapkan dapat memperkaya subtansi RUU sehingga proses legislasi berjalan benar-benar mencerminkan keberpihakan terhadap kelompok rentan, harapnya.

Masukan dari Riau akan berarti dalam menyusun subtansi dari RUU khususnya terkait penguatan peran LPSK yaitu pengaturan perlindungan justice collaborator, pengembangan safe house pembentukan unit layanan di daerah hingga pembentukan dana perlindungan korban yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Kami percaya antara legislatif, eksekutif, aparat penegak hukum dan masyarakat sipil adalah kunci menciptakan sistem perlindungan yang manusiawi, inklusif, adaptif terhadap dinamika kejahatan yang terus berkembangan, tambahnya.

Sementara itu, Wakil Ketua LPSK Sri Nurherwati menyambut baik inisiatif Komisi XIII DPR RI tersebut karena semakin memperkokoh posisi dan peran LPSK dalam sistem peradilan pidana, khususnya aspek perlindungan saksi dan korban.

“Rapat Dengar Pendapat ini mendukung asas meaningful participation atau partisipasi masyarakat yang maksimal dan bermakna. Masukan yang ada pada hari ini didengar, didiskusikan dan diinformasikan guna mendukung perubahan kedua UU Perlindungan Saksi dan Korban. Diharapkan dapat semakin meningkatkan kualitas perlindungan bagi saksi dan korban serta penguatan LPSK dalam memberikan layanan perlindungan secara memadai," ujar Nurherwati.

Berdasarkan Laporan Tahunan LPSK tahun 2024, permohonan perlindungan ke LPSK di wilayah Provinsi Riau berjumlah 41 permohonan. Angka tersebut cukup rendah, namun jika melihat data Badan Pusat Statistik, yang dipublikasi dalam Data Kriminal Tahun 2024, menunjukan bahwa Provinsi Riau termasuk dalam 10 besar wilayah di Indonesia dengan angka kejahatan paling tinggi di Indonesia, berada pada urutan ke 9 atau sebanyak 15.777 laporan kejahatan yang dilaporkan ke Polda.

Hal ini menunjukan bahwa seharusnya LPSK dapat dibentuk di wilayah Riau untuk dapat memberikan perlindungan dan pemenuhan hak kepada saksi dan korban tindak pidana.

Semenatar itu, Wakil Ketua LPSK Susilaningtias menambahkan, meskipun Kantor Perwakilan di LPSK saat ini belum terbentuk, namun LPSK selalu mengusulkan kepada Kementerian PAN RB untuk membentuk kantor perwakilan LPSK.

LPSK menganggap Provinsi Riau merupakan salah satu daerah yang dapat menjangkau wilayah-wilayah di tengah Sumatera hingga ke Kepulauan Riau, tambahnya.

Pewarta :
Editor: Afut Syafril Nursyirwan
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.