Akademisi : Pelanggaran keinsinyuran bisa dihukum dua tahun penjara

id Hukum

Akademisi : Pelanggaran keinsinyuran bisa dihukum dua tahun penjara

Gedung Rektorat Universitas Andalas (Unand), Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar). (ANTARA/Muhammad Zulfikar)

Pekanbaru (ANTARA) - Ketua Prodi Studi Profesi Insinyur Universitas Andalas, Ir. Benny Dwika Leonanda, MT, IPM mengatakan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran, melarang praktik keinsinyuran oleh pihak yang tidak memiliki gelar insinyur, jika dilanggar bisa dipenjara dua tahun.

"Selain dua tahun penjara, pelanggar dapat dikenai denda hingga Rp200 juta dan jika praktik tersebut menyebabkan kecelakaan, kematian, atau kerugian harta benda, atau kegagalan konstruksi, hukuman dapat diperberat hingga 10 tahun penjara dan/atau denda sebesar Rp1 miliar," kata Benny Dwika Leonanda diterima tertulis Antara Riau, Sabtu.

Tanggapan itu disampaikannya terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran yang mengatur mengenai keinsinyuran di Indonesia, belum banyak direspon masyarakat sehingga Undang-undang perlu terus disosialisasikan guna meminimalisasi kerugian materi dan korban jiwa.

Sebab menurut Benny, setiap praktik keinsinyuran pada dasarnya mengandung risiko yang dapat menimbulkan kerugian bagi pengguna (pengusaha) maupun masyarakat sebagai pemanfaat jasa. Sanksi atas pelanggaran tidak hanya bersifat pidana, tetapi juga administratif, seperti peringatan atau penghentian sementara kegiatan keinsinyuran.

"Kegagalan dalam aspek teknis seperti konstruksi, mesin, sistem produksi, atau fasilitas industri dan publik dapat menimbulkan dampak fatal. Bahkan dalam menghadapi bencana alam seperti gempa bumi, banjir, dan kebakaran, kerusakan dan kerugian dapat diminimalkan dengan penerapan prinsip-prinsip keinsinyuran yang tepat," katanya.

Benny menyebutkan, hal penting lain yang diatur oleh UU ini adalah mengatur tentang praktik keinsinyuran, termasuk kewajiban insinyur untuk memiliki Surat Tanda Registrasi Insinyur (STR) yang dikeluarkan oleh Persatuan Insinyur Indonesia (PII).

STR ini bisa diperoleh, kata Benny lagi dari lembaga pelatihan yang memiliki izin menggelar pelatihan bersertifikat yang diterbitkan oleh PII itu.

Ia mengakui bahwa hingga kini banyak pihak masih menerima risiko kegagalan pekerjaan teknik secara pasrah dan menyalahkan takdir, tanpa upaya sistematis untuk menghindarinya melalui keterlibatan tenaga profesional.

"Seharusnya para insinyur profesional menjadi garda terdepan dalam menjamin keselamatan dan keberlanjutan pekerjaan teknis di Indonesia sebab mereka sudah memiliki STR itu yang bisa diperoleh melalui lembaga pelatihan resmi," katanya.

Karena itu keberadaan Undang-undang ini penting untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi masyarakat dari praktik keinsinyuran yang tidak bertanggung jawab.