Pekanbaru (ANTARA) - Sektor kelapa sawit menjadi penopang utama perekonomian Riau dengan lebih dari separuh penduduknya atau sekitar 3,45 juta jiwa menggantungkan hidup dari industri tersebut.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau Syahrial Abdi di Pekanbaru, Kamis, menyebutkan terdapat 861.760 kepala keluarga (KK) yang berprofesi sebagai petani sawit, dan jika dikalikan empat anggota per keluarga, maka lebih dari 51 persen penduduk Riau terlibat dalam rantai industri ini.
“Luas perkebunan sawit di Riau mencapai 3,3 juta hektare. Dari jumlah itu, 1,7 juta hektare merupakan kebun rakyat dan sisanya milik perusahaan besar,” kata Syahrial dalam Forum Andalas V yang digelar Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).
Ia menambahkan, Riau menyumbang sekitar 20 persen dari total produksi sawit nasional. Menurutnya, kontribusi besar ini perlu terus didukung oleh regulasi yang kondusif dan berpihak kepada petani.
Syahrial juga menyoroti peran harga Tandan Buah Segar (TBS) sebagai indikator utama yang memengaruhi daya beli dan perekonomian daerah. Saat harga tinggi, katanya, peningkatan konsumsi terlihat dari meningkatnya penjualan barang-barang mewah di daerah.
“Kalau harga TBS tinggi, showroom mobil bisa kosong karena diborong petani. Itu mencerminkan daya beli masyarakat meningkat,” ujarnya.
Kondisi ini, lanjut dia, juga menjadi perhatian dalam kajian ekonomi Bank Indonesia karena fluktuasi harga sawit sangat memengaruhi pertumbuhan ekonomi regional.
Ketua Umum GAPKI Eddy Martono mengatakan bahwa industri sawit berperan besar secara nasional karena menjadi sumber penghidupan bagi lebih dari 16 juta kepala keluarga, termasuk petani dan karyawan.
“Bahkan saat pandemi COVID-19 tahun 2020, saat sektor lain terguncang, industri sawit tetap bertahan dan mampu menambah tenaga kerja,” ujarnya.
Eddy berharap pemerintah terus memberikan dukungan agar sawit tetap menjadi komoditas unggulan nasional yang memberi manfaat luas bagi masyarakat.
Plt Direktur Jenderal Perkebunan Heru Tri Widarto menyatakan pemerintah tetap berkomitmen untuk mendukung industri sawit dan tidak pernah berniat mempersulit.
“Kami melihat industri sawit sebagai angsa bertelur emas. Kontribusinya luar biasa dan tentu kami akan melihat bagaimana regulasi dapat mendorong produktivitas dan keberlanjutan,” katanya.
Menurut dia, pengembangan sawit perlu melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk dukungan pihak swasta dalam pembangunan kebun masyarakat.
“Pemerintah tetap melindungi industri ini agar ke depan tetap menjadi pilar ekonomi Indonesia,” pungkas Heru.