Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia mendapatkan dukungan dari sejumlah perusahaan raksasa asal Amerika Serikat (AS) selama proses negosiasi tarif resiprokal.
Dalam lawatan selama lebih dari sepekan ke Washington DC, delegasi Indonesia yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menggandeng berbagai pemangku kepentingan, termasuk perusahaan-perusahaan teknologi dan manufaktur raksasa AS seperti Google, Boeing, Microsoft, hingga Amazon.
Juru Bicara Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto menuturkan bahwa keterlibatan langsung sektor swasta menjadi salah satu kunci dalam merumuskan solusi yang komprehensif.
“Selama di Amerika Serikat, tim delegasi Indonesia ini terus bekerja dengan menjumpai berbagai stakeholders, baik itu dari pemerintah, asosiasi, maupun pelaku usaha. Dengan keterlibatan seluruh pihak tersebut, maka hasil dari perundingan ini dapat komprehensif,” ujar Haryo di Jakarta, Rabu.
Selain bertemu dengan pejabat tinggi AS dari Kantor Perwakilan Dagangan AS (USTR), Menteri Perdagangan AS (Secretary of Commerce), Menteri Keuangan AS (Secretary of Treasury), dan Direktur Dewan Ekonomi Nasional AS, delegasi Indonesia juga berdialog intensif dengan pelaku industri yang berpengaruh dalam rantai pasok global.
Di antaranya adalah Semiconductor Industry Association (SIA), United States-ASEAN Business Council, serta lembaga think tank seperti USINDO dan Asia Group.
Dalam pertemuan dengan perusahaan seperti Boeing dan Google, Indonesia menjajaki peluang investasi, alih teknologi, hingga kerja sama di sektor ekonomi digital dan manufaktur berteknologi tinggi.
Langkah ini dinilai strategis karena melibatkan pihak-pihak yang secara langsung terdampak oleh kebijakan perdagangan bilateral.
“Kesempatan strategis tersebut mampu diperoleh Indonesia berkat posisinya dalam tatanan kawasan Indo-Pasifik, serta peran dalam beberapa forum multilateral seperti ASEAN, G20, dan APEC. Kontribusi penting tersebut telah mendorong Indonesia untuk memperoleh peluang kerja sama dengan AS pada beberapa sektor, seperti investasi dan perdagangan terhadap komoditas unggulan antar kedua negara,” katanya.
Sebagai hasil dari pendekatan tersebut, pemerintah AS merespons positif.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent bahkan menyampaikan apresiasi atas respons cepat Indonesia dan menganggap surat negosiasi dari Menko Airlangga sebagai inisiatif diplomasi yang cerdas dan penuh itikad baik.
Pihak USTR pun telah ditunjuk sebagai ketua tim negosiator AS untuk menyusun kesepakatan dagang bilateral yang lebih adil.
Untuk memperkuat tindak lanjut, Pemerintah Indonesia telah menandatangani Non-Disclosure Agreement (NDA) dengan USTR dan membentuk tiga satuan tugas, yakni Satgas Perundingan RI-AS, Satgas Percepatan Perizinan dan Iklim Investasi, serta Satgas Perluasan Kesempatan Kerja.
Negosiasi teknis lanjutan akan difokuskan pada penyusunan format dan draf awal perjanjian, dengan tenggat 60 hari, lebih cepat dari batas penundaan kebijakan tarif selama 90 hari.
Pemerintah berharap kolaborasi dengan perusahaan-perusahaan besar AS yang telah dijajaki akan memperkuat posisi Indonesia sebagai mitra strategis di kawasan Indo-Pasifik.
“Sebelumnya Menko Airlangga juga sudah menghimbau bahwa seluruh pelaku ekonomi harus bersiap-siap dan juga perlu mencari alternatif pasar baru untuk menciptakan peluang baru karena persaingan makin ketat. Competitiveness juga harus didorong, daya saing juga harus diperkuat,” tutur Juru Bicara Haryo.
Baca juga: Airlangga Hartarto temui Menkeu AS bahas tindak lanjut tarif resiprokal Trump
Baca juga: Airlangga Hartarto ungkap peluang RI di tengah kebijakan tarif AS