Jakarta (ANTARA) - Keberlanjutan upaya konservasi koleksi tumbuhan di kebun raya daerah dapat terwujud dengan adanya dukungan dan keberlanjutan ekonomi.
Pengelola serta masyarakat sekitar kebun raya dapat menerima manfaat ekonomi dari fungsi kebun raya sebagai kawasan wisata alam.
Kegiatan wisata mendorong munculnya berbagai kegiatan ekonomi di sekitar lokasi wisata di samping memunculkan peluang penyerapan tenaga kerja.
Konsep ekonomi yang dikembangkan dari suatu kawasan kebun raya mengedepankan konservasi, pendidikan, dan pertumbuhan ekonomi lokal yang melibatkan masyarakat sekitar.
Kebun raya di daerah dapat mengembangkan area-area komersial yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan pengunjung kebun raya.
Pengelola kebun raya di daerah memfasilitasi kebutuhan masyarakat berupa tempat usaha yang bersifat mikro, kecil, dan menengah.
Pengelolaan kebun raya yang memberi kesempatan kepada masyarakat berkontribusi secara aktif akan semakin memperkuat keberadaan kebun raya di daerah.
Kebun raya berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 93/2011 adalah kawasan konservasi tumbuhan secara ex situ yang memiliki koleksi tumbuhan terdokumentasi dan ditata berdasarkan pola klasifikasi taksonomi, bioregion, tematik, atau kombinasi dari pola-pola tersebut untuk tujuan kegiatan konservasi, penelitian, pendidikan, wisata dan jasa lingkungan.
Kebun raya pertama di Indonesia berada di Bogor yang dikenal dengan sebutan Kebun Raya Bogor (KRB) yang juga menjadi rujukan di dunia.
KRB menjadi model karena kekayaan koleksi tumbuhan tropisnya. Kebun Raya Bogor juga telah memberi beragam manfaat lingkungan dan ekonomi bagi warga di sekitarnya selama lebih dari 200 tahun sehingga dalam kurun waktu tersebut KRB berkembang menjadi salah satu identitas warga Bogor, ikon Kota Bogor, dan kebanggaan masyarakat bukan hanya Kota Bogor tapi juga Indonesia.
Hingga saat ini KRB masih menjadi salah satu ruang terbuka hijau dengan lanskap bernilai estetika yang dapat dinikmati oleh publik.
Seiring dengan perkembangan waktu, peningkatan laju penurunan keanekaragaman jenis tumbuhan dan kerusakan ekosistem alami di Indonesia mendorong Kebun Raya Indonesia (KRI) untuk semakin berperan aktif dalam kegiatan pelestarian tumbuhan.
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh kebun raya saat ini adalah semakin terbatasnya lahan yang dapat digunakan untuk menambah koleksi tumbuhannya. Hal ini menjadi kendala upaya konservasi tumbuhan secara ex situ terutama di tengah tingginya laju kehilangan keanekaragaman hayati tumbuhan Indonesia.
Peran KRB di tingkat internasional berkontribusi dalam implementasi target 8 Global Strategy of Plant Conservation (GSPC) berupa pengkoleksian secara ex situ. Setidaknya 75 persen spesies tumbuhan terancam punah di Indonesia dan paling sedikit 20 persen diantaranya tersedia untuk program pemulihan dan restorasi.
Kebun raya berperan dalam pencapaian sebagian besar target Sustainable Development Goals (SDGs) terutama untuk menghentikan kehilangan keanekaragaman hayati.
Konservasi Ex situ
Program Pengembangan Kawasan Konservasi Ex situ dalam bentuk Kebun Raya Daerah (KRD) merupakan salah satu bentuk upaya mencapai target-target tersebut.
Pembangunan kebun raya di daerah tertuang dalam RPJMN 2015-2019 sebagai salah satu Agenda Pembangunan Nasional sekaligus salah satu arah dan kebijakan strategi peningkatan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi keberlanjutan dan pemanfaatan sumber daya alam.
Hal ini menunjukkan posisi penting kebun raya dalam konteks keberlanjutan dan pemanfaatan sumberdaya alam di Indonesia. Posisi ini berkat kontribusi kebun raya dalam memberikan manfaat ekologi, ekonomi, dan sosial bagi masyarakat melalui dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang perkebunrayaan.
Faraji dan Karimi (2020) dalam artikelnya yang berjudul Botanical gardens as valuable resources in plant sciences menyatakan suatu kebun raya disebut dibangun secara komprehensif jika dalam prosesnya mengacu pada tujuan ilmiah.
Selanjutnya, nilai estetika dan ekonomi yang muncul dalam proses tersebut adalah produk dari tujuan ilmiah yang ingin dicapai.
Upaya konservasi ex situ tumbuhan Indonesia melalui pembangunan Kebun Raya membutuhkan dukungan sumberdaya yang besar dalam pelaksanaanya.
Kebun Raya Indonesia yang saat itu pengelolaannya berada di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (sekarang Badan Riset dan Inovasi Nasional) menyadari keterbatasan sumber daya manusia, pendanaan, dan lahan dalam melaksanakan program pengembangan kebun raya.
Oleh karena itu, pengembangan kawasan konservasi ex situ dalam bentuk KRD dilakukan dengan melibatkan pihak-pihak lain dalam format kolaborasi yang diikat melalui suatu perjanjian kerja sama.
Pada awalnya kerja sama pembangunan kebun raya hanya dilakukan dengan Pemerintah Daerah (Provinsi/Kota/Kabupaten). Kolaborasi kemudian berkembang dengan bergabungnya universitas dan badan usaha dalam pembangunan KRD.
Sejak saat program tersebut dilaksanakan, pengelolaan kebun raya di Indonesia yang awalnya hanya dilakukan oleh LIPI/BRIN menjadi bertambah dengan kebun raya yang dikelola oleh pihak-pihak tersebut.
Dalam konteks pengembangan, program ini menambah luasan kawasan konservasi ex situ di Indonesia sekaligus meningkatkan peluang menyelamatkan keanekaragaman jenis tumbuhan Indonesia melalui konservasi ex situ.
Keberadaan KRD juga berkontribusi dalam menjamin keterwakilan jenis tumbuhan dari tiap ekosistem yang ada di Indonesia.
Dalam penyelenggaraan KRD, BRIN berperan sebagai pendamping yang memberikan asistensi substansial perkebunrayaan kepada pengelola KRD.
Asistensi substantial teknis dan manajerial diberikan pada seluruh tahapan penyelenggaraan KRD, mulai dari inisiasi, perencanaan, pembangunan hingga pengelolaan.
Badan Riset dan Inovasi Nasional mengembangkan kemitraan dengan para pengelola dan pemangku kepentingan lainnya untuk menjamin keberlangsungan penyelenggaraan KRD.
Pengelola dan pemangku kepentingan dalam Pembangunan KRD meliputi Pemerintah Daerah (Provinsi/Kota/Kabupaten), Universitas, Badan Usaha (swasta/BUMN), LSM Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Masyarakat.
Hingga Oktober 2023 terdapat 7 KRD yang berada pada tahap inisiasi, 10 KRD pada tahap perencanaan, 15 KRD pada tahap pembangunan, 18 KRD pada tahap pengelolaan, dan 5 Kebun Raya Indonesia di bawah pengelolaan BRIN.
Saat ini pengelola KRD memiliki nilai, tujuan, dan kepentingan yang beragam. Keragaman tersebut yang kemudian teridentifikasi sebagai salah satu sumber kompleksitas dalam penyelenggaraan KRD.
BRIN selaku pendamping memfokuskan kegiatan pendampingannya sesuai dengan tujuan kebun raya, yaitu konservasi, penelitian, pendidikan, wisata dan jasa lingkungan. Kelima tujuan tersebut memiliki kedudukan yang setara tanpa ada satupun tujuan yang menjadi prioritas utama.
Namun, harus dipahami bahwa seluruh tujuan tersebut berbasis pada kehadiran tumbuhan koleksi sehingga setiap bentuk pemanfaatan tetap harus memperhatikan unsur perlindungan tumbuhan koleksi.
Hal ini ternyata tidak selalu sejalan dengan pandangan dan kebijakan pengelola KRD. Setiap pengelola, terutama pemerintah daerah memiliki prioritas yang disusun berdasarkan kondisi dan karakteristik daerah masing-masing sehingga tidak mudah untuk menyamakan persepsi mengenai tujuan pengembangan KRD dengan para pengelola.
Pada akhirnya seringkali terjadi konflik antara tujuan konservasi dan penelitian dengan wisata dan pendidikan lingkungan.
Penyelenggaraan KRD
Kesenjangan pemahaman tentang ilmu perkebunrayaan di kalangan pengelola juga turut berkontribusi pada permasalahan penyelenggaraan KRD.
Kompleksitas semakin bertambah dengan keterbatasan fasilitasi pemerintah pusat pada Kementerian dan Badan.
Keterbatasan APBD juga mendorong KRD untuk mencari sumber-sumber pembiayaan lain secara mandiri yang berasal dari pihak eksternal untuk kelangsungan penyelenggaraannya.
Perubahan pimpinan di daerah juga turut mewarnai dinamika penyelenggaraan KRD.
Salah satu contoh permasalahan dalam penyelenggaraan KRD yang sangat berhubungan dengan perubahan kebijakan pimpinan daerah adalah pengalihan sebagian lahan kebun raya untuk penggunaan lain.
Sebagai pemilik lahan, pemerintah daerah memiliki hak untuk melakukan pengalihan tersebut. Namun, harus disadari pengalihan penggunaan lahan adalah bentuk kehilangan luasan tertentu dari bidang lahan sekaligus potensi penggunaannya untuk konservasi tumbuhan secara ex situ. Hal ini berpotensi menjadi salah satu penyebab kemunduran pengembangan KRD di Indonesia.
Isu lain terkait kepemimpinan di daerah adalah terjadinya pergantian yang sifatnya dinamis dan seringkali berujung pada perubahan kebijakan yang secara langsung mempengaruhi prioritas daerah terhadap pelaksanaan suatu program.
Keberlangsungan pembangunan kebun raya membutuhkan komitmen yang kuat dari pimpinan daerah. Komitmen kuat akan tercermin dari keputusan-keputusan pimpinan daerah terkait beberapa aspek pengelolaan kebun raya seperti alokasi anggaran, ketersediaan dan jumlah SDM, regulasi terkait kebun raya, dan penetapan lahan sebagai kebun raya.
Komitmen terhadap kelima aspek tersebut bersifat fundamental bagi penyelenggaraan kebun raya di daerah yang berkelanjutan.
Secara historis, dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan seringkali muncul pertentangan antara kelompok pro-pelestarian dengan pro-pemanfaatan, termasuk dalam pengelolaan KRD.
Perdebatan antar keduanya seringkali mengantarkan kebun raya masuk ke dalam posisi yang tidak menguntungkan. Bagi kelompok pro-pelestarian, konservasi tumbuhan koleksi yang diikuti dengan pemanfaatan dalam bentuk penelitian adalah unsur yang paling utama, sedangkan pro-pemanfaatan menitikberatkan pada tujuan wisata dan pendidikan lingkungan di kebun raya.
Pada kasus kebun raya, salah satu pertimbangan yang dapat digunakan adalah bahwa pemanfaatan berkelanjutan dapat berlangsung karena adanya kegiatan konservasi.
Pemanfaatan di kebun raya seluruhnya berbasis pada tanaman koleksi sehingga jika ditelaah lebih lanjut, kelangsungan hidup tumbuhan koleksi melalui kegiatan konservasi menjamin bentuk pemanfaatan lain baik berupa penelitian, wisata maupun pendidikan.
Pemahaman atas hal tersebut sangat penting untuk dikuasai oleh para pengambil keputusan di daerah agar dalam pengambilan keputusannya tetap mempertimbangkan kualitas pengelolaan dari tumbuhan koleksi yang dikonservasikan.
Manfaat yang diterima oleh masyarakat dari keberadaan kebun raya terlihat dari aspek ekologi, ekonomi, dan sosial.
Secara ekologi, kebun raya memberikan jasa lingkungan yang berdampak pada peningkatan kualitas lingkungan, misalnya penyerapan karbon, pengaturan iklim mikro, dan pengaturan tata air.
Secara sosial, pengembangan kebun raya dapat memberikan kontribusi positif bagi lingkungan sosial masyarakat. Kebun raya adalah ruang terbuka hijau yang secara sosial-budaya memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi, dan sebagai landmark kota yang berbudaya.
Secara tata ruang, kebun raya dapat meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan suatu daerah melalui keberadaan koleksi tumbuhan di dalamnya.
Pembangunan kebun raya di daerah juga erat kaitannya dengan pelestarian nilai-nilai budaya. Pada pengembangannya, beberapa kebun raya menggunakan unsur budaya dalam program-program pendidikan dan pelatihan serta wisata budaya.
Unsur budaya juga terlihat jelas pada bangunan-bangunan penunjang kegiatan perkebunrayaan di KRD. Hal ini mendorong pengunjung untuk mengenal budaya lokal sekaligus membangun partisipasi masyarakat dalam pelestarian budaya.
Saat ini 50 KRD berada pada tahapan penyelenggaraan yang berbeda-beda sehingga permasalahan dan tantangan yang dihadapi beragam. Oleh karenanya, diperlukan identifikasi permasalahan secara spesifik.
Hasil identifikasi dapat dijadikan dasar penyusunan program pendampingan yang efektif bagi seluruh KRD.
Kebun raya sebagai benteng terakhir konservasi tumbuhan yang menyimpan cadangan keanekaragaman hayati tumbuhan Indonesia harus memiliki kemampuan adaptasi yang baik, dan terus berkembang mengikuti dinamika perubahan dunia.
Pendidikan lingkungan yang diarahkan untuk memberikan pengetahuan dalam rangka memperkuat sikap dan nilai-nilai terkait pelestarian tumbuhan menjadi salah satu tujuan yang terus-menerus dikembangkan agar sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan saat ini.
Kebun raya memiliki tanggung jawab sosial untuk berkontribusi dalam pembentukan masyarakat yang memiliki ikatan dan terlibat dalam upaya-upaya konservasi tumbuhan baik dalam skala kecil maupun besar.
Sementara itu kebun raya juga harus mampu mengejar kecepatan kehilangan keanekaragaman hayati tumbuhan Indonesia melalui proses koleksi tumbuhan di seluruh kebun raya di Indonesia. Kolaborasi antar kebun raya merupakan suatu keharusan agar tantangan saat ini dan masa yang akan datang dapat diatasi dengan baik.
Kebijakan yang tepat juga harus dirumuskan agar implementasinya berdampak pada optimalisasi penyelenggaraan KRD dan pencapaian tujuan kebun raya.
Pada masa mendatang perubahan global akan melahirkan tantangan baru dalam konservasi tumbuhan ex situ di KRD. Tantangan tersebut harus dapat dihadapi dengan strategi berbasis ilmu pengetahuan yang dibangun atas pemahaman utuh terhadap kaidah-kaidah perkebunrayaan.
Terakhir, dibutuhkan komitmen kuat dari seluruh pemangku kepentingan untuk menjamin penyelenggaraan KRD yang berkelanjutan. Komitmen tersebut adalah kunci keberhasilan penyelenggaraan kebun raya di seluruh Indonesia.
*) Penulis adalah Pegawai Tugas Belajar BRIN dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB University).