Pekanbaru (ANTARA) - Permasalahan sengketa lahan di Kecamatan Dayun, Koto Gasib dan Mempura, Kabupaten Siak antara PT Duta Swakarya Indah dengan masyarakat tak kunjung usai. Banyak lahan milik masyarakat yang diklaim oleh PT DSI masuk dalam perizinannya, sementara masyarakat memiliki bukti kepemilikan yang sah.
Ahli Independen dan Pakar Hukum Pidana Forensi, Dr Robintan Sulaimanmemberikan penjelasan terkait hal ini. Menurutnya, sebelum penerbitan Izin Usaha Perkebunan (IUP) , perusahaan seharusnya mengantongi izin yang tidak bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan peraturan yang berlaku lainnya. Jika sudah dikaji aspek hukumnya, barulah pemerintahan di tingkat menteri, gubernur dan bupati dapat menerbitkan izin lokasi, Hak Guna Usaha, dan IUP.
"Tapi ini HGU belum ada, IUP terbit, itu mal administrasi, sudah pasti ada pidananya itu. Apalagi ada hak di dalamnya seperti Surat Keterangan Tanah (SKT), Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) dan Surat Keterangan Hak Milik (SHM). Mestinya sebelum memberikan izin itu dicek dulu," Dr Robintan Sulaiman di ruang kerjanya lantai 3 RSP Auditor, Kompleks Mutiara Taman Palem Jakarta Barat dihubungi dari Pekanbaru, Selasa.
Dia mengatakan untuk satu hamparan wilayah yang telah dihuni tersebut sudah dikasih hak oleh pemerintah, yang namanya dienclave (dikeluarkan). Maka dari itu prosedur penerbitan IUP itu sangat panjang dengan memperhatikan sejumlah aspek.
Apabila IUP diterbitkan sebelum adanya pengurusan HGU, maka status IUP tersebut bisa dikatakan palsu dan seluruh operasional yang berdasarkan IUP tersebut dinyatakan ilegal.
"Otomatis prosesnya palsu, batal! Dari awal operasional hingga sekarang ilegal. Proses IUP itu panjang, awalnya izin prinsip itu dikasih harus ada HGU dulu. Kalau izin prinsipnya belum ada, bagaimana ceritanya? Ibarat baju sudah disiapkan, tapi orangnya belum ada. Seharusnya, HGU dulu lalu pengecekan RTRW, Izin Prinsip dan terakhir ada IUP dan lain-lain," jelas Dr Robintan.
Dipaparkannya, soal adanya dugaan mal administrasi itu dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yakni kategori minor dan mayor.
Kategori minor seperti salah ketik, tapi kalau sudah ada pemalsuan, RTRW melarang dan masih dipaksakan itu pidana namanya mal administrasi kategori mayor.
Sebelumnya pada tahun 2003 dan 2004, Bupati Siak Arwin AS pernah menolak memberikan izin dengan alasan bertentangan dengan RTRW Kabupaten Siak. Namun, pada 2006 lalu, dia akhirnya mengeluarkan izin lokasi tersebut.
Terkait izin yang diberikan kepada suatu perusahaan, kata Dr Robintan tidak bisa diberikan atau dialihkan kepada perusahaan lain. "Kalau ini diberikan atau diserahkan ke perusahaan lain, maka izinnya batal," sambungnya.
Sebuah perusahaan pastilah memiliki komponen yang terdiri dari pengurus dan pemegang saham. Yang boleh berubah-ubah adalah pemegang saham, sementara pengurusnya jika berubah, harus melalui fit and proper test oleh pemerintah dalam hal ini kementerian dan dinas terkait.
"Kalau diambil alih, tau-tau ganti baju, ini batal demi hukum, ini aturannya sebenarnya harus minta izin baru dan diuji juga. A yang diberikan izin, maka B tidak bisa menjalankan izin itu. Yang boleh dialihkan itu saham, tidak mempengaruhi manajemen. Manajemen itu tidak boleh, harus di fit and proper test," kata dia.
Berita Lainnya
Komisi II DPR apresiasi Menteri ATR/BPN bereskan lahan sawit tak ada HGU
31 October 2024 12:30 WIB
Presiden Jokowi sebut HGU 190 tahun di IKN untuk tarik investasi sebesarnya
16 July 2024 14:23 WIB
Sutarmidji ungkap banyak perkebunan di Kalimantan Barat tidak miliki sertifikat HGU
08 July 2023 13:57 WIB
Minamas kembalikan 5.400 ha HGU ke pemerintah
16 February 2023 18:55 WIB
KPK panggil notaris saksi kasus suap di BPN Riau
12 February 2023 0:45 WIB
Empat saksi kasus suap HGU di BPN Riau diperiksa KPK
27 January 2023 6:06 WIB
Tersangka penyuap eks Kakanwil BPN Riau segera disidang
24 December 2022 5:35 WIB
Siap-siap, KPK telusuri aliran uang eks terkait izin HGU di Riau
10 December 2022 23:04 WIB