Tihuanacu, Bolivia (ANTARA) - Berada di ketinggian di pegunungan Andes Bolivia, petani Alberto Quispe memikirkan satu hal: hujan.
Di daerah pedesaan Tihuanacu, sekitar 100 kilometer di barat daya kota dataran tinggi La Paz, penduduk setempat mengatakan hanya ada sedikit hujan pada musim ini selama kemarau melanda di seluruh wilayah Andes karena pola cuaca La Nina yang terjadi berturut-turut untuk ketiga kalinya.
"Saat kami mengangkat tangan, kami meminta Tuhan untuk mengampuni dosa-dosa kami dan meminta hujan untuk tanaman kami, karena di ladang kami tidak ada air, tidak ada air juga untuk ternak," kata Quispe, yang naik ke bukit bersama anggota masyarakat lainnya untuk berdoa meminta hujan.
Di sekitar Bolivia, banyak daerah telah menyatakan keadaan darurat karena kekeringan, yang diperkirakan oleh Badan Meteorologi dan Hidrologi Nasional Bolivia akan berlangsung hingga 2023.
Kondisi kekeringan itu terus berlangsung ketika intensitas gelombang panas La Nina diperkirakan akan berkurang.
Kekeringan telah melanda tanaman di Bolivia serta di Argentina, Paraguay, dan Peru.
Quispe dan warga lainnya mendaki bukit Lloco Iloco dengan gembala penginjil mereka untuk meminta hujan dari Tuhan dan dewa gunung suku asli setempat Aymara -- Dewa Achachilas.
Mereka mengangkat tangan ke langit sambil berlutut.
Tepat di seberang perbatasan Bolivia dengan Peru, situasi serupa berlangsung.
"Matahari terik, sangat terik, orang bahkan tidak bisa berjalan lagi, panas di pedesaan bahkan lebih buruk, dan kami juga tidak punya air," kata Rosa Sarmiento dari kota kecil Desaguadero di Peru yang terletak di dekat tepi Danau Titicaca.
"Semua orang sangat khawatir," ujar Sarmiento.
Di wilayah Andes, kekeringan dalam beberapa tahun terakhir telah menyebabkan turunnya tingkat waduk air di tempat-tempat seperti Chile dan menyebabkan gletser-gletser penting menyusut.
Kekeringan telah melanda tanaman seperti gandum dan kedelai, termasuk tahun ini di mana produsen biji-bijian utama di Argentina ikut terdampak.
Di desa Zapana Jayuma di Bolivia, ladang gersang menunjukkan tanda-tanda kerusakan yang jelas akibat panas kekeringan.
"Lahannya sangat kering dan kami belum bisa menanam kentang, kacang panjang, atau ubi," kata Cecilia Aruquipa, manajer komunitas di desa tersebut.
"Panasnya sangat kuat dan membakar, kami tidak tahan lagi, itulah sebabnya kami semua pergi ke tempat yang teduh karena panasnya sangat menyengat," ujarnya.
Baca juga: BMKG nyatakan Indonesia bagian selatan kemarau, wilayah ekuator berpotensi hujan tinggi
Baca juga: Lima desa di Kabupaten Rote Ndao alami kesulitan air akibat kekeringan
Sumber: Reuters
Berita Lainnya
Mensos-Menko Pemberdayaan Masyarakat percepat nol kemiskinan ekstrem di Indonesia
18 December 2024 17:19 WIB
Kemenag berhasil raih anugerah keterbukaan informasi publik
18 December 2024 17:00 WIB
Dokter menekankan pentingnya untuk mewaspadai sakit kepala hebat
18 December 2024 16:37 WIB
Indonesia Masters 2025 jadi panggung turnamen terakhir The Daddies
18 December 2024 16:28 WIB
Menko Pangan: Eselon I Kemenko Pangan harus fokus pada percepatan swasembada pangan
18 December 2024 16:13 WIB
ASEAN, GCC berupaya perkuat hubungan kerja sama kedua kawasan
18 December 2024 15:57 WIB
Pramono Anung terbuka bagi parpol KIM Plus gabung tim transisi pemerintahan
18 December 2024 15:51 WIB
Pertamina berencana akan olah minyak goreng bekas jadi bahan bakar pesawat
18 December 2024 15:12 WIB