Pemrov Riau tingkatkan kerja sama lintas sektoral tangani TBC

id Dinkes Riau

Pemrov Riau tingkatkan  kerja sama lintas sektoral tangani TBC

Dinas Kesehatan Provinsi Riau menggelar rapat pembentukan tim percepatan Penanggulangan Tuberkulosis (TBC) Provinsi Riau. (Foto:Antara/HO-Diskes Riau).

Pekanbaru (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Riau kini menggiatkan kerjasama lintas sektor untuk menangani kasus TBC (Tuberkulosis) atau TB Paru pasien TBC yang ditemukan masih rendah atau baru 48 persen.

"Pasien TBC yang berhasil ditemukan, diobati, dan dilaporkan ke dalam sistem informasi nasional hanya 393.323 atau 48 persen. Masih ada sekitar 52 persen kasus TBC yang belum ditemukan atau sudah ditemukan namun belum dilaporkan," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Riau Zainal Arifin di Pekanbaru, Kamis.

Ia mengatakan berdasarkan global TB report 2021, diperkirakan ada 824.000 kasus TBC di Indonesia dan di Provinsi Riau diperkirakan terdapat 27.634 kasus TBC di masyarakat.

Namun pasien TBC yang berhasil ditemukan, diobati, dan dilaporkan ke dalam Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) tahun 2021 hanya 9.467 atau 34,25 persen.

"Masih ada sekitar 65,75 persen kasus TBC yang belum ditemukan atau sudah ditemukan namun belum dilaporkan," ujar Zainal.

Ia menerangkan, TBC yang berhasil ditemukan, diobati, dan dilaporkan ke dalam sistem informasi nasional Tahun 2021 di Provinsi Riau lebih banyak dilaporkan oleh puskesmas dengan persentase 59,51 persen.

Sementara, laporan dari rumah sakit pemerintah sebesar 19,52 persen, rumah sakit swasta sebesar 20,65 persen. Sisanya 0,19 persen berasal dari lapas, dan 0.13 persen berasal dari klinik swasta.

Ia menyebutkan, untuk tahun 2022 (sampai 4 Oktober 2022) diperkirakan terdapat 27.601 kasus TBC, namun yang tercatat di SITB baru mencapai 7,777 kasus atau 28,17 persen.

"Puskesmas penyumbang terbesar menemukan kasus TB yakni 61,11 persen, sedangkan rumah sakit pemerintah sebesar 19,08 persen dan rumah sakit swasta 18,71 persen, sisanya dari Lapas atau Rutan sebesar 0,58 persen dan dari klinik swasta sebesar 0,51 persen," ujarnya.

Zainal mengatakan laporan seharusnya kasus TB itu 70 persen berasal dari rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta, sisanya yang 30 persen berasal dari Puskesmas, dan Klinik.

Ia berharap, kasus ini perlu menjadi perhatian para direktur rumah sakit pemerintah dan swasta, agar meningkatkan komitmen dalam melaporkan terduga TB maupun kasus TB melalui web resmi laporan TB yakni SITB.

Juga diperlukan komitmen klinik swasta agar dapat melaporkan terduga TB maupun kasus TB yang ditemukan dengan meningkatkan koordinasi bersama Puskesmas atau dinas kesehatan setempat.

"Harapan kita kepada para direktur rumah sakit pemerintah dan swasta agar Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM RS) yang menjadi laporan semua penyakit di rumah sakit hendaknya memiliki data komprehensif," ucapnya.

Sebab, katanya, banyak data SIM RS terutama SIM RS rumah sakit pemerintah yang hanya sampai diagnosis saja, sedangkan data pengobatan, data pemeriksaan penunjang dan data lainnya sesuai dengan kasus per pasien tidak tercatat dengan lengkap pada SIM RS tersebut, atau data tersebut tidak dapat di bridgingkan dengan SITB.