Restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove sebagai upaya cegah Karhutla dan abrasi

id BRGM,DLHK Riau ,Restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove

Restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove sebagai upaya cegah Karhutla dan abrasi

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau Maamun Murod dalam kegiatan rapat koordinasi Tim Restorasi Gambut dan Rehabilitatif Mangrove Riau di Pekanbaru. (ANTARA/Annisa Firdausi)

Pekanbaru (ANTARA) - Riau sebagai salah satu provinsi dengan kawasan hidrologis gambut terluas di Indonesia dengan luasan mencapai 5,3 juta hektare, ditetapkan sebagai daerah prioritas restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove oleh Badan Restorasi Gambut dan Rehabilitasi Mangrove (BRGM) RI.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau Maamun Murod dalam kegiatan rapat koordinasi Tim Restorasi Gambut dan Rehabilitatif Mangrove Riau, Selasa, menyebutkan Riau memiliki 55,7 persen dari total kawasan gambut Indonesia di Pulau Sumatera.

"Saat ini kedua tipe ekosistem ini mengalami degradasi atau kerusakan yang cukup hebat. Di ekosistem gambut kerusakan terjadi akibat deforestasi dan kebakaran hutan sedangkan di kawasan mangrove juga terjadi deforestasi dan abrasi pantai," sebutnya Maamun.

Oleh karena permasalahan tersebutlah, Riau ditetapkan menjadi salah satu provinsi prioritas restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove oleh BRGM RI. Di Indonesia sendiri hanya ada tiga provinsi yang melaksanakan restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove secara bersamaan, yaitu Riau, Kalimantan Barat dan Papua.

"Sedangkan percepatan rehabilitasi mangrove dilakukan di sembilan provinsi yaitu Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua dan Papua Barat. Sedangkan pelaksanaan restorasi gambut dilaksanakan di tujuh Provinsi yaitu Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua," lanjutnya.

Mengembalikan fungsi ekosistem gambut dan mangrove yang mengalami kerusakan merupakan upaya penyelamatan dari berbagai bencana lingkungan, seperti karhutla, banjir dan abrasi.

Sebab menurutnya, kerusakan yang terjadi tak hanya berdampak pada lingkungan, tapi juga sosial ekonomi masyarakat. Selain itu berdampak pula pada negara seperti bencana yang disebabkan oleh kabut asap serta abrasi yang menggerus batas negara di pulau-pulau terluar.

"Percepatan restorasi gambut dinilai perlu dilakukan karena pemerintah telah menetapkan kebijakan pencegahan Karhutla secara permanen. Selain itu pemerintah juga telah menetapkan kebijakan pemulihan bakau melalui rehabilitasi," ucap Maamun.

Restorasi gambut tak hanya berdampak positif pada menurunnya intensitas Karhutla, namun juga berdampak positif terhadap peningkatan ekonomi masyarakat melalui revitalisasi ekonomi.

Pencegahan dengan teknik restorasi gambut dapat melalui pendekatan rewetting (pembasahan), revegetasi dan revitalisasi ekonomi (3R). Kedua, restorasi aspek sosial budaya masyarakat melalui kegiatan Desa Peduli Gambut (DPG).

Rewetting sendiri merupakan kegiatan pembasahan material gambut yang mengering akibat aktivitas manusia yang menyebabkan turunnya muka air tanah gambut. Cara meningkatkan kadar air dan tinggi muka air tanah gambut yang ideal 0,40 cm melalui kegiatan sekat kanal, sumur bor dan penimbunan kanal.

Revegetasi yaitu pemulihan tutupan lahan pada ekosistem gambut melalui penanaman jenis tanaman asli, atau dengan jenis tanaman lain yang adaptif terhadap lahan basah dan memiliki nilai ekonomi bila dibudidaya.

Sedangkan revitalisasi ekonomi sendiri merupakan bantuan ekonomi yang diberikan kepada kelompok masyarakat Desa gambut dalam bentuk budidaya pertanian, peternakan, perikanan dan mesin pengolahan.

"Oleh karena itu rapat koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten ini bertujuan untuk terus menyatukan persepsi bagaimana menjaga gambut dan merehabilitasi mangrove yang saat ini telah kritis di beberapa tempat. Sehingga dengan upaya ini, permasalahan yang ada dapat diselesaikan," pungkasnya.