Penyakit mulut dan kuku pada hewan ternak tak ditemukan di Meranti

id Penyakit mulut dan kuku hewan ternak,PMK ternak,Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kepulauan Meranti,Peternakan Meranti,Polres Meranti,Kasat intelka

Penyakit mulut dan kuku pada hewan ternak tak ditemukan di Meranti

Sat Intelkam Polres Kepulauan Meranti saat berkoordinasi membahas wabah penyakit mulut dan kuku pada hewan ternak bersama Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kepulauan Meranti. (ANTARA/Rahmat Santoso)

Selatpanjang (ANTARA) - Wabah penyakit mulut dan kuku pada hewan ternak yang belakangan ini terjadi di sejumlah daerah di Indonesia ternyata tak ditemukan di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.

Kepulauan Meranti dinyatakan masih aman setelah Sat Intelkam Polres Kepulauan Meranti melakukan koordinasi dengan Dinas Peternakan (Disnak) dan Balai Karantina wilayah kerja Selatpanjang terkait penyakit tersebut, Selasa kemarin.

"Terkait dengan meningkatnya PMK pada hewan ternak, hingga saat ini belum ditemukannya kasus tersebut di wilayah Kepulauan Meranti," ungkap Kasat Intelkam Polres Kepulauan Meranti, AKP Joserizal

Sementara Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kepulauan Meranti mencatat jumlah populasi hewan ternak di Meranti keseluruhannya sebanyak 11.736 ekor. Masing-masingnya terdiri dari sapi sebanyak 3.929 ekor, kambing 7.798 ekor, dan kerbau 9 ekor.

"Kita telah memberikan edukasi terhadap peternak dan para camat. Kemudian, setiap hewan yang akan masuk wajib melalui karantina di provinsi selama 14 hari. Apabila ada hewan yang terdeteksi PMK, akan dilakukan uji darah terlebih dahulu di laboratorium Dinas Peternakan Provinsi Riau," ujar Kabid Peternakan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kepulauan Meranti Herman.

Herman juga berpesan jika menemukan gejala-gejala penyakit pada hewan ternak yang dimaksud di lapangan, agar segera melaporkan kepada pihaknya.

Selanjutnya, Kasat Intelkam juga melanjutkan koordinasi dengan Kepala Kantor Balai Karantina Pertanian Hewan dan Tumbuh-tumbuhan wilayah kerja Selatpanjang yang disambut Abdul Azis Nasution. Hasilnya, diketahui bahwa saat ini provinsi Riau sedang fokus pada penyakit LSD dan PMK pada hewan ternak.

"Untuk sementara berdasarkan Surat Edaran, hewan ternak yang berasal dari dalam Provinsi kita bolehkan masuk ke wilayah. Terpenting sekali adalah arus masuk hewan ternak yang dari luar provinsi, khususnya yang dari daerah terjangkit pihak Balai Karantina tidak membolehkan masuk," jelas Abdul Azis.

Dijelaskannya, masa menular PMK pada hewam ternak lebih kurang selama 14 hari. Maka dari itu, hewan ternak lokal maupun di luar diwajibkan melakukan karantina di provinsi.

"Setelah dilakukan karantina di provinsi selama 14 hari, kita akan tetap melakukan pemantauan terhadap hewan ternak tersebut. Karena perintah dari SE Kementerian Pertanian dan Badan Karantina Pertanian berisikan tentang peningkatan kewaspadaan terhadap Kejadian PMK," sebut Azis.

Tak hanya itu, Abdul Aziz juga menuturkan perlu juga dipastikan pengeluaran antara sapi dan kerbau dan lainnya. Karena harus disertai surat keterangan kesehatan dan sertifikat sanitasi dari daerah asal yang mencantumkan pernyataan bahwa hewan berasal dari daerah asal belum terdapat kasus PMK.

Selanjutnya, memastikan importasi sapi, kerbau dan lainnya harus disertai persyaratan pemasukan hewan dan melakukan tindakan karantina.

"Dengan masa karantina ditetapkan minimal selama 14 hari di UPTKP pengeluaran (antar area) atau UPTKP pemasukan (importasi) jenis sapi, kerbau, dan lainnya itu," beber Kepala Kantor Balai Karantina Pertanian Hewan dan Tumbuh-tumbuhan wilayah kerja Selatpanjang itu.

Seperti yang diketahui, Lumpy Skin Disease (LSD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus cacar (pox virus) pada ternak sapi dan kerbau dan penyakit mulut dan kuku (PMK) juga dikenal sebagai Foot and Mouth Disease (FMD.

Jenis penyakit ini disebabkan dari virus tipe A dari keluarga Picornaviridae, genus Apthovirus, yakni Aphtaee epizootecae.