Ada sejumlah proyek mangkrak di Kampar, ini kata Kejari

id proyek mangkrak, kejari kampar,dprd kampar

Ada sejumlah proyek mangkrak di Kampar, ini kata Kejari

Proyek pembangunan Gedung Disdukcapil yang ada di jl A Rahman Saleh Bangkinang yang hanya baru terlihat tiang-tiang penyangga. (ANTARA/dok)

Bangkinang Kota (ANTARA) - Pihak Kejaksaan Negeri Kampar sampai saat ini belum menerima laporan tentang sejumlah kasus proyek mangkrak di wilayahnya yang bernilai puluhan miliar dan diduga merugikan keuangan negara.

Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Kampar SilfanusR Simanullang saat dikonfirmasi mengaku belum mengetahui apalagi menerima adanya laporan tentang sejumlah proyek mangkrak di kabupaten berjulukNegeri Serambi Mekah ini.

"Kami belum menerima laporan tentang proyek mangkrak ini, belum ada laporan masyarakat," katanya saat ditemui ANTARA di ruang kerjanya, Kamis.

Dia menyebutkan pihaknya belum mengecek tentang itu tidak juga sedang melakukan penyelidikan berkenaan dengan itu. Hanya saja, pihaknya sedang melakukan serangkaian kegiatan penyelidikan, namun belum dapat diinformasikan kepada publik terkait kasus yang terjadi pada 2012.

Sementara itu, beberapa proyek penting di Kampar yang tidak selesai dikerjakan di antaranya adalah pembangunan taman kota Bangkinang di depan rumah dinas Bupati Kampar yang dianggarkan lebih kurang Rp5,5 miliar pada 2020 yang saat ini sedang diusut kepolisian.

Selain itu, proyek jembatan Tanjung Berulak Air Tiris Kecamatan Kampar sebesar Rp17 miliar lebih yang dikerjakan tahun 2018. Kemudian, proyek pembangunan gedung rawat inap RSUD Bangkinang sebesar Rp46 miliar.

Selanjutnya, proyek pembangunan Puskesmas Kampar Kiri II di Desa Kuntu dengan anggaran Rp4 miliar. Lalu, proyek pembangunan gedung Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tahun anggaran 2020 dikerjakan tahun 2021 dengan nilai proyek mencapai Rp3,5 miliar.

Baca juga: Banyak proyek mangkrak di Kampar, Juswari minta KPK mengusutnya

Sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Kabupaten Kampar Juswari Umar Said menyampaikan bahwa itu adalah tanggung jawab dari pengguna anggaran, Kepala Dinas dan PPK, tim administrasi dan keuangan serta perusahaan yang mengerjakan proyek.

"Proyek yang mangkrak tersebut harus dihitung berapa bobotnya dan berapa dana yang telah dicairkan. Kalau dana yang dicairkan lebih besar dari nilai bobot tersebut itu sudah masuk dalam merugikan keuangan daerah, dan melanggar pasal 2 dan 3 Undang-undang nomor 20 tahun 2021 sebagaimana telah diatur dengan undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Tipikor," terangnya.

Selain itu bisa masuk pada pasal 12 B (Gratifikasi) UU Tipikor. Dalam pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001 berbunyi “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya".

Dalam hal kerugian keuangan daerah bisa terjadi karena pihak penguasa menerima aliran dana dari pihak kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut sehingga kontraktor tidak bisa menyelesaikan proyek tersebut.

"Mungkin saja menjelang dilakukan lelang sudah ada 'deal-deal' antara pihak kontraktor dengan pihak penguasa, kemudian pihak penguasa memerintahkan kepada pihak ULP untuk memenangkan si A, maka penguasa bisa dijadikan sebagai tersangka dalam perkara tipikor karena menerima aliran dana fee proyek 10 persen dari kontraktor," ujarnya.

Dia meminta jika ini memang terindikasi ada perbuatan melawan hukum agar aparat penegak hukum, baik kejaksaan, kepolisian dan KPK mengusut tuntas persoalan ini hingga tuntas.