Pekanbaru (ANTARA) - Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Kabupaten Kampar Juswari menyebutkan tentang banyaknya proyek mangkrak atau tidak selesai 100 persen di wilayahnya yang berdampak pada kerugian negara.
Menurutnya, hal yang disampaikan Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Kampar Agus Chandra tentang proyek mangkrak di media terbitan lokal beberapa waktu lalu itu disebabkan banyak faktor.
Menurutnya, proyek yang mangkrak itu adalah tanggung jawab dari pengguna anggaran, Kepala Dinas dan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) yang bertanggungjawab penuh terhadap pembangunan secara fisik, administrasi dan keuangan serta perusahaan yang mengerjakan proyek.
"Proyek yang mangkrak tersebut harus dihitung berapa bobotnya dan berapa dana yang telah dicairkan? Kalau dana yang dicairkan lebih besar dari nilai bobot tersebut, itu sudah masuk dalam merugikan keuangan daerah, dan melanggar pasal 2 dan 3 UU Nomor 20 tahun 2021 sebagaimana telah diatur dengan UU No. 31 tahun 1999 tentang Tipikor," bebernya.
Baca juga: Pejabat Dinas PU Kampar ditahan KPK terkait korupsi proyek Jembatan Waterfront City
Hal itu juga bisa masuk pada pasal 12 B (gratifikasi) di UU Tipikor. Dalam pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001 berbunyi, "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya".
Kerugian keuangan daerah bisa terjadi karena pihak penguasa menerima aliran dana dari pihak kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut sehingga kontraktor tidak bisa menyelesaikannya.
"Mungkin saja menjelang dilakukan lelang sudah ada deal-deal antara pihak kontraktor dengan pihak penguasa, kemudian pihak penguasa memerintahkan kepada pihak ULP(Unit Layanan Pengadaan) untuk memenangkan si A, maka penguasa bisa dijadikan sebagai tersangka dalam perkara tipikor karena menerima aliran fee proyek 10 persen dari kontraktor," ujarnya.
Jika ini memang terindikasi ada perbuatan melawan hukum, Juswari mendesak aparat penegak hukum, baik kejaksaan, kepolisian atau KPK mengusut tuntas persoalan ini hingga ke meja hijau.
Baca juga: Jumat keramat, Polda Riau OTT sejumlah kepala desa di Kampar
Sebelumnya, di beberapa media telah disampaikan oleh Agus Chandra bahwa dalam perkiraannya ada beberapa faktor penyebab mengapa proyek itu mangkrak.
Pertama, disebabkan oleh keuangan perusahaan kontraktor memang bermasalah sehingga menyebabkan pekerjaan terkendala.
Kedua, lemahnya aspek pengawasan dari dinas, ketiga adalah kontraktor tidak profesional dari mulai membuat perencanaan dan penawaran yang mungkin terlalu rendah sehingga tidak sesuai dengan kondisi dan menjadi tidak wajar atau tidak masuk akal.
Penafsiran penyebab keempat, menurutnya, adanya proyek yang diintervensi sehingga Pokja Lelang tidak diberikan independensi sepenuhnya dalam melakukan penilaian. Hal ini berimbas pada kualifikasi pemenang tender, dan akhirnya berdampak pada kualitas proyek.
Baca juga: Bupati Kampar siap bersinergi berantas korupsi
Dia juga mengimbau rekanan harus mengetahui dan memahami isi detil kontrak kerja agar tidak salah dalam bekerja sebab yang akan jadi korban selain kontraktor adalah masyarakat yang tidak dapat menikmati hasil pembangunan itu.
Beberapa proyek penting di Kampar yang tidak selesai dikerjakan di antaranya adalah pembangunan Taman Kota Bangkinang di depan Rumah Dinas Bupati dengan anggarkan sekitar Rp5,5 miliar pada 2020.
Selain itu, proyek Jembatan Tanjung Berulak Air Tiris, Kecamatan Kampar, senilai lebih Rp17 miliar pada tahun 2018. Kemudian, proyek pembangunan Gedung Rawat Inap RSUD Bangkinangsenilai Rp46 miliar. Lalu, proyek pembangunan Puskesmas Kampar Kiri II di Desa Kuntu dengan anggaran Rp4 miliar. Selanjutnya, proyek pembangunan gedung Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tahun anggaran 2020 dengan nilai mencapai Rp3,5 miliar.
Banyak proyek mangkrak di Kampar, Juswari minta KPK mengusutnya
Jika ini memang terindikasi ada perbuatan melawan hukum, aparat penegak hukum, baik kejaksaan, kepolisian atau KPK harus mengusut tuntas persoalan ini hingga ke meja hijau,