Pekanbaru (ANTARA) - Sebanyak 904 pengungsi berasal dariAfghanistan, Iran, Irak, Pakistan, Myanmar, Sudan, Somalia dan Palestina masih berada di Pekanbaru yang tersebar di sejumlah tempat penampungan di kota itu.
"Sebahagian dari mereka bahkan telah berada di penampungan Kota Pekanbaru sejak tahun 2012, sehingga menimbulkan kejenuhan dalam penantian kejelasan masa depan mereka untuk mendapatkan kehidupan yang layak dibandingkan di negara asalnya," kata Kepala Kanwil Kemenkumham Riau MJahari Sitepu di Pekanbaru, Senin.
Dia mengatakan itu di sela sosialisasi penanganan pengungsi dari luar negeri di Kota Pekanbaru berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 125 tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.
Jahari Sitepu mengatakan, selama di penampungan di luar tempat penampungan, mulai dari diberangkatkan ke negara tujuan dan pemulangan sukarela serta pendeportasian dari luar negeri, sesuai dengan Perpres tersebut dilakukan oleh Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pekanbaru.
Selama di penampungan, katanya, para pengungsi kerap melakukan aksi demo kepada instansi terkait, dimana mereka menuntut hak-hak mereka untuk dapat dipenuhi yaitu hak untuk dapat melakukan kegiatan seperti warga lokal.
"Mereka menuntut agar dapat bekerja untuk mendapatkan penghasilan, mengenyam pendidikan yang layak serta sesegera mungkin mereka dapat ditempatkan ke negara tujuan (resettlement)," katanya.
Akan tetapi, katanya, Indonesia bukan negara yang ikut meratifikasi Konvensi 1951 dimana Indonesia bukan negara tujuan, hanya sebagai negara transit dan tidak dapat memenuhi tuntutan mereka. Namun demikian, Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Kemanusiaan.
Karenanya, katanya lagi, sosialisasi Perpres Nomor 125 Tahun 2016 penting disebarluaskan untuk mendapatkan solusi terkait upaya penanganan pengungsi dan permasalahannya bisa dilakukan dengan baik.
Kanit Kamnegsat Intelkam Polresta Pekanbaru Iptu Imam Syafei mengungkapkan berdasarkan keterangan dari pengelola penampungan bahwa banyaknya pelanggaran yang sering dilakukan oleh pengungsi di antaranya banyak imigran yang menggunakan sepeda motor dan sering keluar meninggalkan tempat penampungan tanpa sepengetahuan pengurus penampungan.
Selain itu, mereka juga sering mengadakan aksi unjuk rasa, sementara menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang syarat menyampaikan pendapat di muka umum salah satunya harus berkewarganegaraan Indonesia.
"Untuk kasus penggunaan sepeda motor oleh pengungsi sudah dilakukan penilangan, sebagai terapi mental selanjutnya diamankan di Polresta Pekanbaru. Setelah ditilang dan dilepaskan lagi, pada berikutnya mereka melanggar lagi," katanya.
Saat ditanya asal mereka mendapatkan kendaraan tersebut, mereka mengaku pinjam atau sewa dari warga lokal. Warga yang diuntungkan terkesan memberikan peluang pengungsi bisa menggunakan sepeda motor tersebut berulangkali.
"Sedangkan jasa penitipan kendaraan tersebut juga diterima warga, dan warga tentu saja tidak mau menolak jika dikasih duit karena menjadi tambahan pendapatan mereka," katanya.
Olehnya, kepolisian dan aparat terkait terus mengawasi keberadaan mereka agar tidak banyak melakukan pelanggaran di Pekanbaru.
904 pengungsi asing masih berada di Pekanbaru, penantian yang panjang
"Sebahagian dari mereka bahkan telah berada di penampungan Kota Pekanbaru sejak tahun 2012, " katanya.