OJK ungkap faktor yang melatarbelakangi restrukturisasi kredit diperpanjang

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara, OJK

OJK ungkap faktor yang melatarbelakangi restrukturisasi kredit diperpanjang

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso bersiap-siap menandatangani nota kesepahaman dengan Universitas Airlangga (Unair) di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (4/9/2021). Kerja sama OJK dengan Unair tersebut terkait pengembangan sektor jasa keuangan, peningkatan edukasi keuangan serta perlindungan konsumen dan masyarakat. (ANTARA FOTO/Zabur Karuru/foc.)

Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengungkap faktor yang melatarbelakangi relaksasi restrukturisasi kredit perbankan diperpanjang dari semula sampai 31 Maret 2022 menjadi 31 Maret 2023.

"OJK bersama Bank Indonesia dan pemangku kepentingan lainnya terus mencari cara lain agar kita bisa bertahan dalam kondisi apa pun bahkan sudah mulai berkembang mempercepat proses recovery," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.

Baca juga: OJK sebut industri jasa keuangan di Papua dan Papua Barat stabil dan tumbuh positif

Wimboh menyatakan perpanjangan POJK 11/POJK.03/2020 yang menjadi POJK 48 diperlukan agar ada kepastian bagi para pengusaha untuk mengatur likuiditas dan kebijakannya dalam rangka tetap bisa bertahan dan mengalami pemulihan yang lebih cepat.

Ia menuturkan hal ini sejalan dengan UU Nomor 2 Tahun 2020 yang mengharapkan seluruh kondisi perekonomian sudah kembali normal pada 2023 termasuk terkait defisit anggaran yang harus kembali ke 3 persen.

“Ini in line dengan stimulus kita yang kita harapkan pada 2023 sudah normal kembali semuanya dan untuk itu ini perpanjangan menjadi 2023 sangat relevan,” ujarnya.

Baca juga: Ini alasan OJK belum selesaikan fit and proper test tiga calon pengurus BRK

Perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit ini juga memberikan waktu kepada perbankan untuk membentuk cadangan yang cukup agar tidak terjadi cliff effect.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Heru Kristiyana menambahkan, perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit harus dilakukan mengingat pandemi COVID-19 belum selesai bahkan bermunculan varian baru termasuk Delta.

Ia menjelaskan perpanjangan ini dilakukan untuk menjaga momentum perbaikan kinerja debitur, menjaga stabilitas kinerja perbankan sekaligus menghindari potensi gejolak atau cliff effect saat POJK 48 berakhir.

Baca juga: OJK akan perpanjang jangka waktu restrukturisasi kredit hingga Maret 2022

"POJK 48 perlu diteruskan supaya kita bisa menjaga momentum yang kemarin di kuartal II pertumbuhan ekonomi kita sudah cukup baik di 7,07 persen dan stabilitas perbankan juga masih terjaga,” katanya.

Selain itu, perpanjangan juga dilakukan sebagai bagian dari kebijakan countercyclical dan menjadi salah satu push factor untuk menopang kinerja debitur, perbankan, serta perekonomian secara umum.

Baca juga: OJK sebut literasi perlu digencarkan untuk masyarakat pahami keuangan digital

Terakhir, perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit dilakukan untuk memberikan kepastian baik bagi perbankan maupun pelaku usaha dalam menyusun rencana bisnis tahun 2022 sehingga dapat lebih tepat dalam menata cashflow.

"Agar mereka bisa mengambil ancang-ancang karena pada September mereka sudah mulai membuat rencana bisnis," tegasnya.