Tunis (ANTARA) - Presiden Tunisia Kais Saied pada Senin (23/8) memperpanjang penangguhan parlemen hingga pemberitahuan lebih lanjut, kata kantor kepresidenan.
Dia juga memperpanjang penangguhan kekebalan hukum anggota parlemen.
Saied pada Juli memberhentikan perdana menterinya, membekukan parlemen, dan mengambil alih otoritas eksekutif dengan jalan intervensi tiba-tiba.
Baca juga: Usai bubarkan pemerintah, Presiden Tunisia atasi ekonomi dan pandemi COVID-19
Tindakan itu oleh lawan-lawannya dari kalangan Islam dicap sebagai kudeta, tetapi menurutnya diperlukan untuk menyelamatkan negara dari kehancuran.
Sementara itu pada hari yang sama, Rached Ghannouchi --ketua partai Islam moderat Tunisia, Ennahda-- memberhentikan komite eksekutif partai di tengah kritik atas penanganannya terhadap krisis politik yang telah berlangsung sebulan.
Ghannouchi, yang juga merupakan ketua parlemen, memimpin penentangan terhadap langkah Presiden Kais Saied pada Juli untuk mengambil alih otoritas eksekutif, memberhentikan perdana menteri, dan membekukan parlemen.
Baca juga: Presiden Tunisia Kais Saied pecat perdana menteri, bekukan parlemen
Ennahda menganggap tindakan Saied itu sebagai kudeta.
Namun, para pemimpin terkemuka Ennahda --partai terbesar di parlemen Tunisia-- telah menuntut agar Ghanouchi mundur dari kepemimpinan di tengah perpecahan atas tanggapannya terhadap krisis dan pilihan strategisnya sejak pemilihan 2019.
"Ketua Ennahda memutuskan untuk memberhentikan anggota eksekutif partai dan merestrukturisasinya dengan cara yang sesuai dengan persyaratan fase tersebut," kata partai tersebut dalam pernyataannya.
Baca juga: Amerika Serikat ingin siagakan pasukan di Tunisia seiring aktivitas Rusia di Libya
Ennahda telah menjadi partai yang paling kuat secara konsisten di Tunisia sejak revolusi 2011, yang menyebabkan presiden lama negara itu terguling, dengan memainkan peran dalam mendukung pemerintah koalisi berturut-turut.
Namun, parpol itu kehilangan dukungan karena ekonomi mandek dan layanan publik menurun.
Saied mengatakan intervensinya diperlukan untuk menyelamatkan negara dari kehancuran. Dia tampaknya mendapat dukungan rakyat luas di Tunisia.
Di negara itu, salah urus pemerintahan, korupsi, dan kelumpuhan politik telah diperparah oleh lonjakan kasus COVID-19 yang banyak memakan korban jiwa.
Baca juga: Tunisia Selamatkan 124 Imigran Yang Hanyut Dari Perahu
Sumber: Reuters