Waktunya perang total berantas jaringan Narkoba di penjara

id narkoba,blok pengendali narkoba,lapas pekanbaru,kepala kanwil kemenkumham riau

Waktunya perang total berantas jaringan Narkoba di penjara

Proses pemindahan napi berisiko tinggi ke Blok Pengendali Narkoba (BPN) di Lapas Kelas IIA Pekanbaru, Riau, pada 10 Februari 2021. (ANTARA/Ho-Humas Kanwilkumham Riau)

Pekanbaru (ANTARA) - Tidak ada negara di dunia ini yang benar-benar punya resep mujarab untuk memberantas narkoba. Ini tidak semudah seperti meneriakkan slogan terkenal dari Nancy Reagan: "Just Say No", yang sudah disuarakan istri Presiden AS Ronald Reagan itu pada 1984. Hingga tiga dekade lebih telah berlalu, perang melawan narkoba tidak pernah benar-benar selesai.

Jaringan narkoba melibatkan banyak kepentingan, melampaui batas negara, melibatkan tidak terhitung lagi jumlah uang haram, hingga rentetan kekerasan dan korban jiwa. Kejahatan ini tidak berhenti ketika pelakunya ditangkap, karena pengaturannya bahkan juga terjadi di dalam penjara.

Cerita narkoba dan penjara paling terkenal adalah ketika gembong narkoba Pablo Escobar menggelontorkan "narco-money" untuk pemerintah Kolombia membangun penjara khusus untuk dirinya dan anak buahnya. Penjara di daerah terpencil itu bagaikan istana bagi Sang Raja Pablo Escobar pada masanya.

Dan bukan rahasia lagi bahwa peredaran narkoba juga terjadi di dalam penjara di Indonesia. Kolaborasi jahat pelakunya juga menyeret oknum pegawai lembaga pemasyarakatan yang tergiur uang haram itu.

Namun, ada secercah harapan bahwa pemerintah Indonesia tidak ingin membiarkan kejahatan itu terus terjadi di depan hidungnya. Terobosan baru muncul di Provinsi Riau, yakni sebuah program yang disebut Blok Pengendali Narkoba atau disingkat BPN.

"Ayo lihat BPN, tapi mohon maaf tidak boleh membawa handphone dan kamera," kata Kepala Kantor wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Riau, Ibnu Chuldun, kepada ANTARA pada Februari 2021.

Keamanan Ekstra Ketat

Wartawan ANTARA mendapat kesempatan untuk tur singkat melihat fasilitas BPN yang didesain khusus di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Pekanbaru. BPN ibarat versi mini dari Lapas Nusakambangan yang merupakan penjara untuk napi berisiko tinggi. Kapasitasnya bisa menampung 160 napi yang dinilai selama ini masih terlibat jaringan narkoba dari dalam penjara. Ibnu mengatakan perbedaannya adalah Lapas Nusakambangan menempatkan satu sel untuk satu orang napi. Sedangkan, di BPN didesain untuk bisa dihuni 5-10 orang di tiap sel.

"Program ini masih baru, dan pastinya ada pihak yang tidak menyukainya terutama dari jaringan narkoba karena aktivitas mereka di penjara jadi terhenti. Kalau foto-fotonya beredar akan diketahui karena mereka pasti mencari celahnya," kata Ibnu menjelaskan alasan wartawan dilarang mengabadikan kondisi BPN.

BPN masih berada di dalam fasilitas Lapas Pekanbaru, namun pengaturannya jauh berbeda karena punya tingkat keamanan ekstra ketat. "Saya untuk masuk ke BPN saja tetap harus mendapat izin dari Kalapas Pekanbaru," katanya.
Kepala Kanwil Kemenkumham Riau Ibnu Chuldun (tengah) meninjau sistem pengawasan napi di Blok Pengendali Narkoba (BPN) di Lapas Pekanbaru. (ANTARA/Ho-Humas Kanwilkumham Riau)


Kepala Lapas Pekanbaru, Hery Suhasmin mengatakan kini ada 16 napi berisiko tinggi yang ditempatkan BPN. Di tempat itu tidak ada interaksi sama sekali antara petugas dan napi. Identitas petugas juga lebih baik dirahasiakan demi keamanan mereka.

Akses masuk ke fasilitas BPN hanya ada satu jalur dan dijaga oleh petugas khusus. Seragam petugas keamanan BNP berbeda dari Lapas Pekanbaru, semuanya berwarna hitam lengkap dengan rompi antipeluru, senjata, helm, dan sebo atau topeng ski yang menutupi wajah mereka.

Ia mengatakan sel BPN terbagi menjadi dua lantai. Pada lantai dasar bisa dihuni hingga 10 orang, sedangkan di lantai satu bisa menampung lima orang pada setiap sel. Petugas mengawasi napi 24 jam penuh dengan bantuan teknologi kamera pengawas (CCTV) yang dipasang di setiap sel. Semua gerak-gerik napi dipantau lewat layar monitor oleh petugas.

"Interaksi petugas dengan warga binaan di BPN hanya ketika mengantarkan makanan dan pakaian ke masing-masing sel," katanya.

Hery mengatakan napi yang ditempatkan di BPN benar-benar terisolasi. Selama enam bulan napi di BPN tidak mendapat akses untuk berkomunikasi dengan dunia luar. Baju para napi juga disediakan khusus oleh petugas. Satu-satunya hiburan bagi batin para napi adalah saat petugas memutarkan lagu bertema religi setiap sore pukul 17.00 WIB. Kemudian pada pagi hari petugas juga memutarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

"Saya perhatikan, meski mereka itu awalnya keras-keras semua orangnya. Tapi begitu diputarkan lagu religi semuanya menangis. Semoga dalam kesendirian itu mereka bisa merenung dan bertobat," harapnya.

Saat ini dari 16 orang napi yang menghuni BPN, tiga di antaranya adalah narapidana warga negara asing dari Malaysia dan India. Mereka ada yang menjalani hukuman penjara 20 tahun, dan seorang menanti hukuman mati.

Kondisi sepi dan terisolasi tersebut diakui Hery sempat membuat sejumlah napi stres dan mencoba bunuh diri. "Ada yang berusaha gantung diri memakai celana panjang yang diikatkan ke jeruji sel. Untungnya petugas sudah melihat dari layar monitor dan mengeluarkan paksa napi itu," katanya.

Ia mengatakan tekanan bagi dirinya dan petugas jaga BPN lebih besar karena banyak pihak yang menolak program itu. Penolakan ada yang dari pihak keluarga napi, bahkan ada juga yang diduga dari jaringan narkoba yang merasa terganggu.

"Kalau penolakan dari keluarga warga binaan saya bisa memberikan pengertian karena tindakan ini tujuannya untuk membuat mereka tobat. Pihak keluarga akhirnya mendukung. Tapi kalau ancaman dari luar itu saya sudah ikhlas dalam menjalankan tugas," katanya.

Sapu Bersih

Kepala Kanwil Kemenkumham Riau, Ibnu Chuldun meyakini keberhasilan untuk memutus mata rantai peredaran narkoba di penjara bukan hanya dengan membuat fasilitas khusus. Ia mengakui tantangan untuk menjalankan program tersebut cukup banyak, apalagi anggaran yang tersedia sangat terbatas. Ia bersyukur pemangku kepentingan di Riau ikut mendukung program tersebut untuk penyediaan fasilitas pendukung seperti dari Polda Riau yang membantu rompi antipeluru.

"Pemprov Riau juga membantu untuk pembuatan BPN, karenanya saya berterima kasih kepada Gubernur Riau," katanya.

Selain itu, faktor manusia juga jadi peran penting untuk keberhasilan BPN. Karena itu, setelah menyiapkan sarana dan standar prosedur operasional BPN, Ibnu melakukan proses seleksi pegawai untuk BPN. Seluruh pegawai di Lapas mengikuti seleksi, dan yang terbaik ditarik untuk mengisi posisi di BPN. Selain petugas khusus BPN yang sudah melewati assesment (penilaian) dan pelatihan, petugas lapas lainnya dilarang memasuki fasilitas tersebut.

Ia mengatakan pengaktifan BPN merupakan terobosan baru yang mendapat persetujuan dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham, setelah Kanwil Kemenkumham Riau mendapat informasi nama-nama narapidana yang diduga kuat masih mengendalikan jaringan narkoba, dari Polda Riau dan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Riau.

"Daftar nama narapidana tersebut jumlahnya cukup banyak, dan tersebar di sejumlah lapas," katanya.

Dari data dan informasi yang diterima dari Kapolda Riau dan Kepala BNNP Riau, lanjutnya, maka perlu dilakukan suatu upaya untuk menangani narapidana atau tahanan bandar narkoba yang resisten mengendalikan peredaran narkotika dari dan di dalam Lapas maupun Rutan.

"Sebagai salah satu solusinya yaitu membentuk Blok Pengendali Narkoba yang tujuannya untuk meminimalisir atau bahkan menghilangkan pengendalian dan peredaran narkoba dari dan di dalam Lapas atau Rutan di wilayah Riau," katanya.

Sebelum dipindahkan ke BPN, lanjutnya, narapidana atau tahanan terlebih dahulu dilakukan assessment terkait penilaian yang dilakukan untuk mengetahui kebutuhan pembinaan maupun pengamanan yang paling tepat bagi narapidana atau tahanan berdasarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Assesment dilaksanakan oleh para psikolog atau assessor yang beranggotakan Pembimbing Kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan Pekanbaru dan para Psikolog yang berasal dari berbagai UPT di lingkungan Kanwil Kemenkumham Riau.

"Namun, proses assessment tidak berlaku bagi narapidana atau tahanan yang terbukti langsung masih mengendalikan narkoba dari lapas dan rutan di Riau. Ketika narapidana atau tahanan tersebut diinformasikan pihak Kepolisian atau BNN masih aktif mengendalikan peredaran narkoba di dalam atau di luar lapas dan rutan, maka narapidana atau tahanan tersebut akan langsung dipindahkan ke BPN," ujar Ibnu Chuldun.

Selain itu, ia mengatakan Kemenkumham juga berkomitmen untuk menyapu bersih oknum petugas Lapas yang menjadi kaki tangan jaringan narkoba. Sebagai keseriusan itu, Kanwil Kemenkumham Riau juga telah memberhentikan dengan tidak hormat 17 ASN petugas lapas/rutan yang tersandung masalah narkoba, dan enam orang diantaranya dipindahkan ke Lapas Nusakambangan karena masih terus mengulangi perbuatannya dari dalam penjara.

Namun, apakah setelah ini akan ada BPN serupa di Lapas lainnya di Provinsi Riau. "Ada rencana, tapi masih kita kaji karena kebutuhan biayanya cukup besar juga," kata Ibnu.

Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Kemenkumham, Reynhard Silitongasaat kunjungannya ke kantor Kanwil Kemenkumham Riau pada pertengahan Februari 2021 menyatakan, ada tiga kunci penting Pemasyarakatan Maju, yaitu Deteksi Dini, Berantas Narkoba, dan Sinergi dengan Aparat Penegak Hukum (APH). Konsep tersebut ia akui sudah terwujud dalam BPN sebagai bentuk nyatanya.

Tahun 2020 lalu, lanjutnya, Kemenkumham juga sudah memindahkan 643 napi bandar narkoba ke lapas "super maximum security" serta lapas "maximum security" di Pulau Nusakambangan, dan sekarang lapas tersebut sudah penuh. Karena itu, ia mengatakan sangat mengapresiasi inisiatif Kakanwil Riau dengan membuat BPN sebagai solusi kondisi Lapas Nusakambangan yang penuh.

"Pengendalian narkoba inilah yang banyak menghancurkan marwah Pemasyarakatan selama ini. Semoga dengan adanya BPN dan tindakan tegas pemindahan narapidana oknum petugas Pemasyarakatan ke Nusakambangan menjadi contoh, menjadi pelajaran, dan bukti keseriusan kita dalam memberantas peredaran narkoba," tegas Reynhard.

Ia mengatakan pemerintah Indonesia, khususnya Kemenkumham sudah menabuh genderang perang melawan kejahatan narkoba. Karenanya, tidak ada lagi langkah mundur bagi semua pihak untuk memberi toleransi bagi siapapun yang terlibat dalam kejahatan tersebut. Jenderal bintang dua Polri itu mengultimatum jajarannya untuk jangan coba-coba bermain dengan narkoba.

"Jangan menjadi bagian dari peredaran narkoba, baik itu pengguna, kurir, atau bahkan menjadi bandar. Bertobat kalian, kalau tidak akan saya sikat," tegas Raynhard Silitonga.