Jakarta (ANTARA) - Di tengah meningkatnya ketegangan politik di Amerika Serikat, pendiri Telegram Pavel Durov mengatakan layanan obrolannya telah menghapus ratusan seruan publik untuk melakukan kekerasan, sesuai dengan persyaratan layanan dalam platform perpesanan tersebut.
Dikutip dari The Verge, Selasa, Durov menekankan bahwa layanannya berkomitmen untuk melarang seruan yang secara aktif memicu kekerasan.
Baca juga: Saingi Zoom, Telegram bakal tambah layanan fitur panggilan video grup
"Telegram menyambut baik debat dan protes damai, tetapi Persyaratan Layanan kami secara eksplisit melarang penyebaran seruan publik untuk melakukan kekerasan," ujar Durov.
"Gerakan sipil di seluruh dunia bergantung pada Telegram untuk membela hak asasi manusia tanpa menimbulkan kerugian," dia melanjutkan.
Namun, Durov tidak membahas fitur obrolan terenkripsi Telegram, yang melindungi percakapan dari akses luar.
Telegram melawan kekerasan dan terorisme di ruang publik, tetapi menolak tekanan yang meningkat untuk membuat percakapan di platform lebih dapat diakses oleh penegak hukum.
Maraknya kekerasan pro-Trump di Amerika Serikat telah menghidupkan kembali perdebatan di negara itu tentang nilai enkripsi, dan menghidupkan kembali seruan untuk melemahkan perlindungan privasi untuk layanan obrolan terenkripsi.
Durov mengatakan Telegram telah mengalami lonjakan yang sama dalam ancaman kekerasan seperti yang dilaporkan oleh layanan perpesanan lainnya selama sebulan terakhir.
"Pada awal Januari, tim moderasi Telegram mulai menerima peningkatan jumlah laporan tentang aktivitas publik terkait AS di platform kami," ujar Durov.
"Tim bertindak tegas dengan menekan saluran AS yang menganjurkan kekerasan. Berkat upaya ini, pekan lalu kami memblokir dan menutup ratusan seruan publik untuk kekerasan yang dapat mencapai puluhan ribu pelanggan," dia menambahkan.
Telegram juga mengalami peningkatan yang signifikan pada pengguna selama periode yang sama, setelah perubahan besar pada kebijakan privasi WhatsApp yang menyebabkan banyak orang meninggalkan layanan tersebut.
Signal juga mendapatkan jutaan pengguna selama migrasi tersebut, yang membebani infrastruktur layanannya sehingga sempat tidak dapat diakses selama lebih dari 24 jam.
Baca juga: Akhirnya Telegram Kembali Dibuka Di Indonesia
Baca juga: Pemblokiran Telegram Masih Tunggu Hasil Evaluasi Tim Swasensor
Penerjemah: Arindra Meodia
Berita Lainnya
Presiden Jokowi janjikan mobil listrik untuk praktikum SMK Mamuju
23 April 2024 17:03 WIB
KPK setor Rp2,1 miliar sebagai uang pengganti terpidana Trisna Sutisna
23 April 2024 16:58 WIB
Korsel sebut rezim Korut akan berakhir jika mencoba gunakan senjata nuklir
23 April 2024 16:52 WIB
28 pesawat tiga matra TNI siap lakukan atraksi udara HUT RI di Kota Nusantara
23 April 2024 16:47 WIB
Kemlu imbau WNI di Taiwan agar tetap waspada gempa susulan
23 April 2024 16:35 WIB
Pemerintah adopsi inisiatif global tentang perlindungan anak di ruang digital
23 April 2024 15:50 WIB
PUPR: Sumber daya air jadi prioritas dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara
23 April 2024 15:37 WIB
Menparekraf Sandiaga Uno apresiasi program The Power of Emak-Emak
23 April 2024 15:18 WIB