Kampar - Sebanyak lebih dari 400 warga Desa Sungai Jalau, Kabupaten Kampar, Riau, sejak Senin (5/3) menduduki lahan perkebunan PT Peputra Masterindo, karena selama 12 tahun dinilai tidak pernah memberikan kontribusi kepada masyarakat pemilik lahan.
"Seluruh warga menuntut PT Peputra Masterindo tidak lagi memanen hasil kebun sawit dan mengosongkan lahan seluas 1.100 Ha tersebut sampai ada keputusan Bupati Kampar," tandas Taswir, 45), salah seorang dari warga desa itu, Selasa.
Ditegaskannya, mereka telah sepakat akan tetap berada di lokasi perkebunan tersebut.
"Kami akan terus bermalam di lahan kebun kami masing-masing," ujarnya.
Dikatakan, para warga telah menduduki kawasan itu sejak pukul 10.00 WIB, Senin (5/3) awal pekan ini.
"Mereka (pihak PT Peputra Masterindo) tak pernah merealisasikan banyak hal dalam perjanjian kerjasama. Tidak memberikan kontribusi apa-apa kepada masyarakat yang punya lahan seluas 1.100 Ha, meski pun sudah memakai pola 'bapak angkat'," tambahnya.
Ia menegaskan, lahan mereka ini merupakan sumber untuk kelangsungan hidup.
"Makanya harus dipertahankan sampai titik darah penghabisan. Ini tanah ulayat. Dari 1.100 Ha, yang ditanami perusahaan hanya 800 Ha. Selebihnya 300 Ha dibiarkan begitu saja setelah ditebang, tidak ditanami," ungkapnya lagi.
Hal senada juga dinyatakan rekannya, Hendri, (40), sesama warga desa itu, yang menambahkan, pihak perusahaan sudah ingkar janji.
"Sekarang kami mau mengolah lahan kami sendiri. Tidak mau dengan pola KKPA atau sistem 'bapak angkat' lagi. Kami hanya dibodohi terus," tuturnya.
Para warga itu juga menilai pihak perusahaan sudah gagal mengelolah pola KKPA, karenanya mereka meminta tanah dikembalikan lagi.
Kedua tokoh masyarakat desa ini lalu mengungkapkan, lahan di perbatasan Kecamatan Rumbio Jaya dan Desa Sibuak Tapung itu, merupakan kepunyaan turun temurun dari Datuk Panglimo Besar, Zainal Ajik Suku Domo.
Sedangkan masyarkat yang terdata sebagai pemilik lahan sebanyak 612 orang, dengan luas bervarisi.