Menkeu cabut peraturan kawasan berikat

id menkeu cabut, peraturan kawasan berikat

Pekanbaru - Fraksi-fraksi di DPR RI mendesak Menteri Keuangan segera mencabut peraturan tentang Kawasan Berikat (bonded warehouse) karena dinilai merugikan industri dalam negeri.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI yang mebidangi industri, perdagangan dan BUMN, Aria Bima mengatakan itu, Minggu, terkait hasil Rapat Kerja (Raker) dengan pemerintah mengenai masalah itu, pekan lalu.

"Kami semua kembali mendesak Menteri Keuangan Agus Martowardojo agar mencabut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 147 Tahun 2011 tentang Kawasan Berikat," katanya.

Dikatakan, seluruh fraksi berpendapat, PMK 147 sebaiknya dicabut karena merugikan industri dalam negeri.

"Komisi VI DPR selama ini berusaha mendorong segala aspek yang mendukung daya saing produk dalam negeri. Sebaliknya PMK 147 justru merugikan industri dalam negeri dan melemahkan daya saing nasional," tandas Aria Bima.

Karena itu, kepada wartawan, seusai Rapat Kerja (Raker) pada Rabu (1/2) lalu, politisi PDI Perjuangan menyatakan, sangat setuju, PMK 147 harus dicabut.

PMK 147 membatasi industri yang mendapat fasilitas kawasan berikat (bonding zone). Yakni, maksimal hanya dapat menjual produknya ke pasar dalam negeri sebesar 25 persen, sisanya sebesar 75 persen, wajib diekspor.

PMK juga mewajibkan seluruh industri kawasan berikat pindah ke kawasan industri.

"Para anggota dewan menilai, dengan kondisi perekonomian dunia yang mengalami kelesuan sekarang, kewajiban ekspor 75 persen sangat memberatkan," ujarnya.

Demikian pula, menurutnya, kewajiban merelokasi pabrik ke kawasan industri.

Ia menunjuk pendapat Nasril Bahar, anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), yang mencurigai ada kepentingan asing di balik keluarnya PMK 147.

Sebab dengan PMK ini, kutipnya dari Nasril, produk asing bebas membanjiri Indonesia melalui fasilitas perjanjian perdagangan bebas AFTA, ACFTA dan seterusnya.

"Sementara produk Indonesia justru dibatasi dijual negeri sendiri," katanya lagi.

Aria Bima kemudian mengangkat hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sebelumnya (19/1).

"Dari sana juga telah mengemuka desakan untuk mencabut PMK 147. Justru ketika itu, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Ferari Romawi, yang mula-mula mendesak PMK ini dicabut," ujarnya.

Diungkapkannya, Ferari saat itu menyatakan, PMK 147, khususnya terkait dengan kawasan berikat, tidak ada manfaatnya dan lebih baik dibatalkan.

Aria menambahkan, memang Menteri Keuangan telah merevisi PMK 147 dengan PMK Nomor 255 dan PMK Nomor 04 Tahun 2011.

"Namun Komisi VI DPR menilai, revisi ini tidak cukup. PMK 147 menunjukkan Menteri Keuangan tidak cakap dan asal teken. Kasihan presiden. Cabut saja PMK 147," tandas Lili Romli, mewakili Fraksi Partai Golkar, seperti dikutip Aria Bima.

Dijelaskannya, sejalan dengan Fraksi Partai Golkar, anggota Fraksi Partai Demokrat, Azam Azman Natawijaya, juga meminta Menteri Keuangan Agus Martowardojo tidak mengeluarkan keputusan bermasalah yang menambah beban pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Sebaiknya rumusan kebijakan yang berdampak luas terhadap masyarakat luas dibahas dengan kementerian lainnya, termasuk dengan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat," tutur Azman.

Namun, demikian Aria Bima, menanggapi desakan Komisi VI DPR RI, Menteri Keuangan Agus Marto bersikukuh dengan keputusannya.

Ia beralasan, PMK 147 dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi kawasan berikat bagi industri berorientasi ekspor.

"Menteri beralasan, PMK 147 juga untuk mengatasi penyalahgunaan kawasan berikat yang merugikan keuangan negara," tutur Aria Bima.

Pewarta :
Editor:
COPYRIGHT © ANTARA 2012

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.