Hadapi Pemilu, Jepang Bentuk Pusat Komando Bahas Isu WNA

id Jepang, PM Jepang

Hadapi Pemilu, Jepang Bentuk Pusat Komando Bahas Isu WNA

Ilustrasi - Bendera nasional Jepang terlihat di depan sebuah gedung. (ANTARA/Anadolu/aa.)

Tokyo (ANTARA) - Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba mengumumkan rencana pembentukan pusat komando baru di bawah Sekretariat Kabinet pada awal pekan depan untuk menangani isu-isu krusial terkait warga negara asing (WNA) di Jepang. Langkah ini diumumkan pada Selasa (8/7) dan dinilai sebagai upaya strategis pemerintah dalam merespons kekhawatiran publik menjelang pemilu majelis tinggi pada 20 Juli.

Isu keberadaan WNA menjadi salah satu sorotan utama dalam kampanye pemilu, dengan sejumlah partai kecil mendorong pengetatan aturan terhadap orang asing demi “melindungi hak-hak warga Jepang”. Kepala Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi menyebut integrasi tertib antara warga lokal dan penduduk asing sebagai tantangan kebijakan besar yang harus segera diatasi.

Langkah Ishiba dipandang sebagai respons atas meningkatnya kontroversi, termasuk tuduhan penyalahgunaan sistem kesejahteraan oleh warga asing, yang kerap dijadikan bahan kampanye oleh kelompok konservatif.

Baca juga: Jepang Kutuk Serangan Israel ke Iran, Serukan Diplomasi dan Penahanan Diri

Jumlah penduduk asing di Jepang mencapai rekor 3,76 juta pada akhir 2024. Mereka yang tinggal lebih dari tiga bulan wajib terdaftar dalam sistem Asuransi Kesehatan Nasional—jika tidak memiliki asuransi publik lain. Namun, survei terbaru menunjukkan bahwa hanya 63% dari mereka yang membayar premi secara rutin, jauh di bawah tingkat kepatuhan warga Jepang yang mencapai 93%.

Sejumlah partai oposisi konservatif memanfaatkan situasi ini untuk menyuarakan retorika anti-WNA. Dalam pidato-pidato kampanye, muncul pernyataan bernada xenofobia, termasuk dari tokoh kontroversial seperti Naoki Hyakuta, pemimpin Partai Konservatif Jepang, yang menuding pekerja asing “mengabaikan budaya Jepang dan mencuri barang”.

Menteri Kehakiman Keisuke Suzuki menegaskan bahwa diskriminasi tidak dapat dibenarkan. “Koeksistensi yang tertib antara warga Jepang dan warga asing sangat penting. Tidak boleh ada xenofobia,” ujarnya dalam konferensi pers.

Meski ada narasi negatif, data polisi justru menunjukkan bahwa tingkat keterlibatan WNA dalam kejahatan tetap stabil di angka sekitar 2% selama satu dekade terakhir, bahkan sempat menurun sebelum sedikit meningkat pada 2023.

Baca juga: Jepang lanjutkan pembicaraan kebijakan tarif dengan AS jelang KTT G7

Sementara itu, partai-partai seperti Sanseito dan Partai Konservatif Jepang terus menebar narasi “Japanese First”, menyalahkan globalisasi dan keberadaan WNA atas meningkatnya kemiskinan dan ketimpangan ekonomi di Jepang.

Pengamat politik dari Universitas Hosei, Hiroshi Shiratori, mengingatkan bahwa sentimen negatif terhadap WNA kerap menjadi pelampiasan atas tekanan ekonomi. “Menyalahkan orang asing atas kemiskinan Jepang adalah pendekatan yang gegabah dan berisiko menumbuhkan diskriminasi,” ujarnya.

Dengan suhu politik yang memanas dan retorika nasionalis yang meningkat, pembentukan pusat komando oleh pemerintah dipandang sebagai langkah untuk menenangkan kekhawatiran publik sekaligus mengendalikan narasi menjelang pemilu yang krusial ini.

Pewarta :
Editor: Vienty Kumala
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.