Zurich (ANTARA) - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Senin bersikap sangat berhati-hati dalam mendukung penggunaan plasma pasien COVID-19 yang telah sembuh untuk mengobati orang yang sakit.
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu mengatakan bukti bahwa plasma mampu menyembuhkan "berkualitas rendah" bahkan di saat Amerika Serikat mengeluarkan otorisasi darurat untuk terapi semacam itu.
Baca juga: Kasus COVID-19 di Amerika Serikat per 28 Juli capai 4.339.997 kasus dengan 148.866 kematian
"Ada sejumlah uji klinis yang dilakukan di seluruh dunia yang mengamati dampak penggunaan plasma pasien yang sembuh dibandingkan dengan perawatan standar," kata Soumya Swaminathan, kepala ilmuwan WHO.
"Hanya sedikit dari mereka yang benar-benar melaporkan hasil sementara ... dan saat ini, kualitas bukti masih sangat rendah," katanya dalam konferensi pers.
Baca juga: Amerika Serikat cabut imbauan perjalanan global terkait COVID-19
Baca juga: Kasus COVID-19 di Amerika Serikat naik terus, kini hampir 55.000 per hari
Sumber: Reuters
Pewarta : Gusti Nur Cahya Aryani
Berita Lainnya
Mensos-Menko Pemberdayaan Masyarakat percepat nol kemiskinan ekstrem di Indonesia
18 December 2024 17:19 WIB
Kemenag berhasil raih anugerah keterbukaan informasi publik
18 December 2024 17:00 WIB
Dokter menekankan pentingnya untuk mewaspadai sakit kepala hebat
18 December 2024 16:37 WIB
Indonesia Masters 2025 jadi panggung turnamen terakhir The Daddies
18 December 2024 16:28 WIB
Menko Pangan: Eselon I Kemenko Pangan harus fokus pada percepatan swasembada pangan
18 December 2024 16:13 WIB
ASEAN, GCC berupaya perkuat hubungan kerja sama kedua kawasan
18 December 2024 15:57 WIB
Pramono Anung terbuka bagi parpol KIM Plus gabung tim transisi pemerintahan
18 December 2024 15:51 WIB
Pertamina berencana akan olah minyak goreng bekas jadi bahan bakar pesawat
18 December 2024 15:12 WIB