New York (ANTARA) - Sejumlah negara meyakini bahwa Korea Utara mungkin mengembangkan perangkat nuklir dalam ukuran kecil yang pas dengan hulu ledak rudal balistik miliknya, demikian menurut laporan PBB yang dilihat Reuters.
Laporan tersebut ditulis oleh panel independen yang terdiri dari para pakar pengawas sanksi PBB, dan diserahkan kepada komite sanksi terhadap Korea Utara di Dewan Keamanan PBB pada Senin (3/8).
Baca juga: Adik perempuan Kim Jong Un sebut Korut tak berniat ancam AS
Tanpa disebutkan nama-nama negara yang dimaksud, dalam laporan itu tertulis bahwa sejumlah negara yakin enam kali uji coba nuklir Korea Utara membantu negara itu untuk mengembangkan nuklir ukuran kecil.
Korea Utara, yang secara formal bernama Republik Rakyat Demokratik Korea, tercatat belum menjalankan uji coba nuklir lagi sejak September 2017.
"Republik Rakyat Demokratik Korea tengah melanjutkan program nuklir miliknya, yang termasuk memproduksi uranium dengan pengayaan tingkat tinggi dan konstruksi sebuah reaktor air ringan eksperimental," dikutip dari laporan tersebut.
"Satu negara anggota menilai bahwa Republik Rakyat Demokratik Korea tengah melanjutkan produksi senjata nuklir," demikian dijelaskan lebih lanjut dalam laporan yang sama.
Tanpa disebutkan negara mana, pada laporan itu dituliskan bahwa satu negara menilai Korea Utara "mungkin mengupayakan pengembangan lebih lanjut miniaturisasi (nuklir) demi mengizinkan penggabungan teknologi, seperti penyusupan pada paket bantuan, atau kemungkinan mengembangkan sistem hulu ledak berganda."
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, menyebut pada pekan lalu bahwa tidak akan ada lagi perang mengingat senjata nuklir negara itu dijamin keamanannya--meskipun terdapat tekanan dari pihak luar serta ancaman militer.
Korea Utara telah dijatuhi sanksi oleh PBB sejak 2006 atas program nuklir dan rudal balistik. Sementara Dewan Keamanan terus-menerus memperkuat sanksi sebagai upaya tawar-menawar agar pendanaan terhadap program tersebut dipangkas.
Dalam laporan kali ini, para pakar menyatakan bahwa Korea Utara melanggar sanksi atas negaranya, termasuk "dengan ekspor batu bara lewat jalur maritim secara gelap, meskipun Korea Utara menangguhkannya sementara pada akhir Januari hingga awal Maret 2020" karena pandemi COVID-19.
Selain itu, Korea Utara juga disebut menghasilkan keuntungan dari pertukaran mata uang kripto serta penyerangan siber dengan pencurian bank.
"Panel ini terus mengkaji bahwa penyedia layanan aset virtual dan aset virtual itu sendiri berlanjut menjadi jalan bagi Republik Rakyat Demokratik Korea untuk menghasilkan profit, begitu pula dengan mata uang kripto," demikian tertulis dalam laporan tersebut.
Baca juga: KCNA sebut Korea Utara tak berminat untuk duduk bersama Amerika Serikat
Baca juga: Kim Jong Un sebut pemerintah Korut berhasil cegah COVID-19 mewabah
Sumber: Reuters
Pewarta : Suwanti
Berita Lainnya
Wamensos salurkan bantuan untuk korban erupsi Gunung Lewotobi Rp1,2 miliar
05 November 2024 15:33 WIB
Jakbar siagakan 268 pompa untuk antisipasi bencana banjir memasuki musim hujan
05 November 2024 15:22 WIB
PLN berhasil amankan pasokan listrik, debat perdana Pilwako Dumai berlangsung lancar
05 November 2024 15:00 WIB
Amazon hadirkan fitur baru ringkasan berbasis AI generatif di Prime Video
05 November 2024 14:52 WIB
Lembaga Zakat Nigeria belajar tentang pengelolaan zakat Indonesia lewat Baznas
05 November 2024 14:38 WIB
Gangguan tidur dianggap berkaitan dengan peningkatan risiko demensia
05 November 2024 14:31 WIB
Mariah Carey diam-diam luncurkan etalase pernak pernik Natal di Amazon
05 November 2024 14:26 WIB
Pesawat Trigana Air kecelakaan di Bandara Sentani, tak ada korban jiwa
05 November 2024 13:54 WIB