Pekanbaru, (ANTARARIAU News) - Para pedagang Pasar Inpres Bangkinang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, berunjuk rasa menuntut pihak 'developer' (pengembang) PT Makmur Permata Putra menurunkan harga kios dan los, sekaligus lebih transparan menyangkut pengelolaan keuangannya.
Dari pantauan ANTARA, aksi unjuk rasa yang diikuti seratusan pedagang itu, berlangsung sejak pukul 08.00 WIB, Senin (5/12), dikawal sekitar 50 personel Polres Kampar.
"Pasar Bangkinang adalah Pasar Inpress, maka yang namanya Pasar Inpres dibentuk berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres), tidak boleh dibangun oleh investor, kalau mau dibangun oleh investor maka dicabut dulu Inpres itu", kata Migos, (39), salah satu pimpinan aksi.
Dalam orasinya melalui mikropon di hadapan kantor PT Makmur Permata Putra (MPP) tersebut yang disambut sorak sorai rekan-rekannya, Migos juga memaparkan, banyak pedagang dibodoh-bodohi pihak pengembang.
"Kami telah dibodoh-bodohi oleh aparat, juga telah diintimidasi oleh pihak-pihak tertentu. Padahal, mana ada uang pihak investor (pengembang) itu membangun pasar ini," tanyanya.
Dikatakan, Pasar Inpres ini bisa dibangun dari uang para pedagang sendiri yang ditarik melalui uang muka, uang setoran tunai dan beragam retribusi lainnya.
Yang lebih menyakitkan lagi, tuturnya, usaha ini kemudian digadaikan pihak pengembang ke bank.
"Jadi yang dipakai untuk membangun pasar ini adalah uang kami sendiri", teriak Migos dengan suara lantang ketika masih di tengah-tengah lokasi pasar setelah berorasi keliling lokasi, mulai dari Jalan Datuk Tabano.
Sementara itu, Dedek, (35), salah satu dari juru bicara pedagang itu, mengatakan, Bupati Kampar, Burhanuddin Husin agaknya sudah lepas tangan dengan masalah Pasar Inpres ini.
Hal yang sama, menurutnya, juga diperlihatkan mantan Sekretaris Daerah (Sesda) Kabupaten Kampar, H Zulher, selaku Ketua Panitia Pelaksana Pembangunan 'Mall Bangkinang'.
"Mereka sibuk dengan pembangunan mal itu, lalu sudah lepas tangan terhadap masalah pembangunan pasar ini. Mana ada pemerintah yang peduli lagi termasuk juga para anggota dewan", tandasnya.
Dikatakan, setelah hampir setahun mereka menanggung akibat pembangunan 'Mall Bangkinang', hari Senin (5/12) inilah saatnya melakukan aksi unjuk rasa menuntut agar pihak developer PT MPP menurunkan harga kios maupun los pasar.
"Jangan bekerja secara tidak transaparan, terutama mengenai harga kios dan los yang dibangun di Pasar Inpres Bangkinang, karena kami nilai (harganya) terlalu mencekik pedagang," ujarnya.
Nyaris Bentrok
Akibat aksi unjuk rasa ini, sekitar 50 aparat Polres Kampar sempat dorong-dorongan dengan para pendemo. Aparat yang berdiri menghalau di depan Kantor PT MPP tersebut, melarang para pendemo maju ke lokasi kantor.
Para pedagang itu juga sempat beradu mulut dengan petugas, karena memaksa ingin masuk menemui pihak investor yang menurut mereka ada di dalam kantor.
Akibatnya, nyaris terjadi bentrok, sebab saat pihak keamanan dan pedagang yang akan masuk saling dorong, ada benda keras dilempar.
Kapolsek Bangkinang, AKP Nurman kemudian meminta juru bicara pendemo, yakni Idas, Migos dan Dedek untuk mengendalikan massa.
Pada kesempatan itu, massa pedagang meminta agar pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kampar dapat menengahi persoalan ini dan meminta pembangunan Pasar Inpres Bangkinang itu dibangun dengan dana APBD Kampar.
Sesudah sekitar setengah jam berlangsungnya orasi di depan kantor PT MPP itu, para pendemo terus memaksakan diri kepada aparat kepolisian agar memberi izin mereka masuk dan bertemu pihak investor.
Namun di bawah komando Wakapolres Kampar, Kompol Apen, akhirnya personel polisi membiarkan massa mendekat pintu gerbang kantor PT MPP dengan catatan tidak melakukan tindak anarkhis dan dipandu oratornya.
Kembali dalam orasinya para pedagang ini mendesak pemerintah dan investor untuk menurunkan harga.
Harga yang ditetapkan sebelumnya Rp3.000.000 per meter, menurut mereka tidak wajar dan terlalu tinggi.
Radiah, (33), salah seorang pedagang pasar yang turut dalam aksi demo itu menyebutkan, sejak didirikannya tiang-tiang dan diberinya seng pembatas pada bangunan kompleks pasar itu, kegiatan jual beli menjadi sepi.
"Bagaimana kami bisa menyekolahkan anak kami jika begini terus", tutur Radiah.