Teluk Lanus butuh akses jalan

id teluk lanus, butuh akses jalan

Siak, Riau, (ANTARARIAU News) - Desa Teluk Lanus di Kecamatan Sungai

Apit, Kabupaten Siak yang selama ini terisolir, butuh akses jalan darat sebagai jalur penghubung alternatif yang selama ini hanya mengandalkan transportasi air.

Camat Sungat Apit, Mursal mengatakan tidak banyak yang diminta oleh masyarakat yang jauh dari jangkauan tersebut. ''Mereka minta akses jalan darat segera dibangun,'' ungkapnya, Kamis (3/11) di Siak.

Desa Teluk Lanus merupakan desa yang terisolir di Kabupaten Siak, karena jauh dan susah dijangkau, apalagi

transportasi umum berupa pompong hanya sekali jalan, itupun tidak setiap hari. Desa ini satu dari 15 desa/kelurahan di Kecamatan Sungai Apit dan terletak terujung dari kecamatan tersebut.

''Dengan menggunakan pompong kita akan melewati Selat Lalang memakan waktu tempuh sekitar 8 jam, namun jika air pasang menentang arus, bisa lebih lama sekitar 10 jam dengan resiko yang lebih besar karena mengalami gelombang,'' jelasnya.

Karena itu, lanjutnya, untuk memudahkan masyarakat Desa Teluk Lanus akses keluar untuk keperluan menjual hasil pertanian dan kebun mereka agar Pemkab Siak memperhatikan kepada desa yang dihuni oleh 100 KK ini.

Menurut Mursal yang baru dilantik menjadi Camat sungai Apit ini, satu-satunya jalan darat yang bisa dilalui melalui

perusahaan HTI RAPP.

"Namun, Pemkab Siak terus berupaya untuk membuka akses masyarakat Desa Teluk lanus ini dengan membuat jalan yang mengarah ke Desa Teluk Lanus,'' sebutnya.

Jalan tersebut, menurutnya, pada tahun 2012 akan dibase sepanjang 4 km. ''Saat ini sebagian jalan juga sudah

diaspal dari Simpang Buton menuju Penyengat sepanjang 15 km,'' rincinya.

Desa Teluk lanus diresmikan pada tahun 1980 dan masih dalam kawasan Kabupaten Bengkalis. Sejak terbentuknya Kabupaten Siak pada tahun 1999, Desa Teluk Lanus masuk dalam wilayah kanupaten pemekaran tersebut.

Menurut salah satu masyarakat Sungai Apit, masyarakat Teluk Lanus hanya berkebun untuk dikonsumsi sendiri. Hasil pertanian dan perkebunan mereka tidak dibawakan ke pasar, karena hasil yang sedikit.

''Kalau untuk dipasarkan tidak cukup pula, karena tidak sebanding antara hasil yang diperoleh dengan biaya transportasi air yang mahal,'' ungkapnya

Mereka memiliki kebun kepala disetiap rumah mereka, tetapi kebun yang dimiliki oleh setiap warga yang

berada diperkarangan rumahnya, tidak lebih dari 50 batang pohon kelapa. Tidak mungkin mereka memasarkan kelapa di desa tersebut, sebab setiap rumah menanam sendiri.

''Kalau dipasarkan, tidak cukup pula dan harga kelapa murah, sedangkan mereka harus membayar biaya transportasi yang cukup mahal. Masyarakat yang ada di desa tersebut, dari segi jumlah selalu mengalami penurunan, banyak rumah yang kosong. Mereka banyak yang memilih untuk pindah ke daerah lain, demi mencari nafkah,'' sebutnya.