Hutan Mangrove di Langkat rusak

id hutan mangrove, di langkat rusak

Langkat, (ANTARARIAU News) - Sekitar 25.000 hektare hutan mangrove (bakau) yang berada di sembilan kecamatan pasisir pantai timur Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, kini kondisinya rusak.

"Kerusakan hutan mangrove di sembilan kecamatan yang ada di pesisir pantai timur ada dijadikan tambak, perkebunan kelapa sawit," kata Kepala Seksi Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Langkat, Jonner Pane, di Stabat, Kamis.

Kerusakan mencapai 25.000 hektare itu, termasuk yang rusak berat dan sedang, karena alih fungsi lahan mangrove menjadi perkebunan kelapa sawit maupun tambak, katanya.

Jonner Pane mengungkapkan pula bahwa luas hutan mangrove yang ada di sembilan kecamatan di Kabupaten Langkat mencapai 35.000 hektar.

"Jadi ada 70 persen atau sekitar 25.000 hektar yang rusak, itu berdasarkan data tahun 2000 yang diterima dari Dirjend Rehabilitasi Lahan dan Kehutanan Sosial," katanya.

Kerusakan yang berada di sembilan kecamatan itu, terdiri dari kecamatan Secanggang seluas 1.000 hektar, Kecamatan Tanjungpura seluas 4.150 hektar, Kecamatan Gebang seluas 2.199 hektar.

Selain itu, kecamatan Babalan seluas 2.530 hektar, kecamatan Sei Lepan 63 hektar, kecamatan Brandan Barat seluas 1.794 hektar, kecamatan Pangkalan Susu seluas 4.618 hektar, kecamatan Besitang seluas 177 hektar dan kecamatan Pematang Jaya seluas 225 hektar, katanya.

Jonner Pane juga mengungkapkan bahwa lambannya penanganan kerusakan hutan mangrove di Langkat karena kewenangan tidak ada di Langkat ini.

"Pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada pemerintah provinsi, jadi kewenangan kita sangat kecil sekali," katanya.

Namun demikian untuk penertiban dan penyelamatan hutan mangrove, Bupati Langkat Haji Ngogesa Sitepu sudah juga mengeluarkan Surat Keputusan nomor 522-30/K/2011, tertanggal 18 Agustus 2011.

Dalam keputusan tersebut ditunjuk Wakil Bupati selaku ketua tim, dan Kadis Hutbun selaku sekretaris tim, dibantu berbaga lintas instansi lainnya untuk menertibkan alih fungsi lahan mangrove yang ada.

Yang sudah di tertibkan oleh tim adalah alih fungsi lahan mangrove yang terjadi di Pulau Sedapan Kecamatan Besitang seluas 60 hektar.

Tim ini akan mengutamakan penegakkan Perda yang dilanggar oleh oknum yang mengalihfungsikan lahan mangrove tersebut yaitu Perda nomor 31/2007, tentang pengelolaan wilayah pesisir, perda nomor 36/2002, tentang Izin Gangguan (HO) dan Undang undang Lingkungan Hidup nomor 32/2009, katanya.

Sementara itu, Kepala Seksi Pengendalian Perlindungan Hutan pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Langkat, Azrinal Lubis, menjelaskan, ke depan penanganan hutan mangrove ini akan dilakukan secara kordinasi lintas sektoral.

Azrinal juga menyampaikan bahwa salah satu kendala lainnya di lapangan, yaitu kurang jelasnya tata batas hutan mangrove serta kewenangan pemerintah pusat yang terlalu besar.

"Kalau mau ditertibkan, serahkan kewenangan penuh kepada daerah untuk mengelola penetiban hutan mangrove (bakau) ini," katanya.

Selain itu juga banyaknya peraturan yang membingungkan, sehingga pihaknya harus ekstra hati-hati.

"Kita perlu peraturan tapi jangan membingungkan bagi daerah," katanya.