Jakarta (ANTARA) - Fenomena alam gerhana adalah cara membuktikan kebenaran perhitungan lewat ilmu pengetahuan dan untuk menyampaikan pesan edukasi kepada masyarakat, katat pakar astronomi Riser Fahdiran.
"Fenomena gerhana ini adalah cara membuktikan penghitungan kita, atau dalam bahasa Arabnya adalah hisab, itu sudah benar. Setiap gerhana itu ada dua pesan yaitu pesan penelitian dan pesan pendidikan," ujar akademisi Universitas Negeri Jakarta itu usai ditemui dalam konferensi pera Gerhana Matahari Cincin (GMC) di Jakarta Pusat pada Kamis.
Hisab adalah perhitungan matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah.
Para pakar astronomi, menurut Riser sudah bisa menghitung kemungkinan terjadi gerhana sampai belasan tahun ke depan secara efektif dan akurat.
Gerhana, tambah dia adalah sebuah fenomena yang memungkinkan para pakar untuk mengkalibrasi dan menghitung dengan pasti. Dia mengambil contoh GMC yang terjadi hari ini dimana para pakar astronomi memperkirakan 10.42 WIB sebagai saat gerhana dimulai.
Perbedaan antara kenyataan dan prediksi ahli, tegas akademisi UNJ itu hanya berbeda dalam hitungan detik dan bukan lagi menit.
GMC yang terjadi saat ini masuk dalam kategori Siklus Saros 132 dan merupakan gerhana ke-46 dari 71 gerhana yang diperkirakan akan terjadi. Gerhana pertama siklus ini terjadi pada 13 Agustus 1208, dengan gerhana ke-47 terjadi pada 5 Januari 2038 dan yang ke-71 akan terlihat pada 25 September 2470.
Bagi Indonesia sendiri, gerhana matahari berikutnya akan terjadi pada 2021 saat gerhana matahari total dapat dilihat Papua dengan bagian lain di Indonesia bisa melihat gerhana matahari parsial atau sebagian seperti yang terjadi hari ini.
Tahun depan, Indonesia tidak akan melihat gerhana matahari lagi kecuali di Kalimantan Utara yang akan mengalami gerhana matahari parsial. Tapi kemungkinan besar hanya sebagian kecil karena titik pusatnya sendiri berada di daerah China, menurut anggota Himpunan Astronomi Amatir Jakarta (HAAJ) Ananda Reza.
"Tahun 2020 ada yang lewat Indonesia, tapi hanya di Kalimantan Utara, itu pun gerhana matahari parsial tipis sekali karena memang pusatnya di China," tegas dia.