Rahasia Pemkot Pekanbaru raih "hattrick" WTP laporan keuangan

id pemkot pekanbaru, wtp bpk, hattrick WTP, wali kota pekanbaru

Rahasia Pemkot Pekanbaru raih "hattrick" WTP laporan keuangan

Penyerahan penghargaan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) bagi 12 kabupaten/kota dan Provinsi Riau di Pekanbaru, Selasa (29/10/2019). (ANTARA/Vera Lusiana).

Pekanbaru (ANTARA) - Semakin ke depan sistem pelaporan keuangan Pemerintah Kota Pekanbaru terus membaik dengan dibuktikan kembali diraihnya penghargaan dari Menteri Keuangan RI atas opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2018.

Dengan diraihnya penghargaan WTP tersebut, berarti Pemkot Pekanbaru "hattrick" atau tiga kali berturut-turut menyandang gelar WTP.

Wakil Wali Kota Pekanbaru Ayat Cahyadi usai menerima penghargaan WTP di Pekanbaru oleh Gubernur Riau Syamsuar, Selasa (29/10) di Kota Pekanbaru, mengatakan ini adalah ketiga kalinya LKPD Kota Pekanbaru meraih opini WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Raihan serupa juga dicapai pada tahun 2016 dan 2017.

Ayat Cahyadi tidak lupa berterimakasih kepada jajaran Organisasi Perangkat Daerah dan DPRD Kota Pekanbaru karena sudah bekerja keras untuk melakukan pelaporan sesuai aturan. Hal ini wajar dibanggakan mengingat sebelum 2016, Kota Pekanbaru selalu mendapatkan predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP).

Di bawah pimpinan Wali Kota Firdaus MT dan Wakil Wali Kota Ayat Cahyadi yang visioner, perubahan demi perubahan terus dilakukan guna menciptakan sistem keuangan yang akuntabel.

"Capaian ini adalah sinergi semua pihak," ujar Ayat.
Pemkot Pekanbarusaat terima WTPuntuk kedua kalinya (ANTARA/HO-Pemkot Pekanbaru))


WDP karena aset

Empat tahun pemerintahan pertama Firdaus-Ayat, dimulai dari 2012, Pemkot Pekanbaru hingga 2015 masih menerima opini WDP dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Riau.

Masalah utamanya kala itu adalah karena lemahnya pencatatan aset di Pemkot Pekanbaru sehingga pasangan kepala daerah yang sudah dua periode memimpin itu tidak tinggal diam.

Hingga akhirnya, BPK memilih Pekanbaru sebagai salah satu kota di Riau untuk menjadi sampel manajemen pengelolaan aset.

"Kami menerima tamu dari BPK terkait penunjukan Pekanbaru sebagai sampel manajemen pengelolaan aset. Untuk masing-masing provinsi di Indonesia ada dua kota yang ditunjuk," kata Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pekanbaru, Dedi Gusriadi kala itu.

Ia mengatakan, selama 35 hari, Pemkot Pekanbaru akan dibantu BPK untuk membenahi sistem penataan aset. Jika ternyata masih belum sempurna akan disempurnakan, namun jika sudah baik akan tetap dievaluasi oleh BPK.

"Ini khususnya hanya soal manajemen pengelolaan aset dari hulu hingga hilir saja," ujar Dedi.

Adanya pendampingan dari BPK untuk penataan aset ini cukup menguntungkan bagi Pemkot Pekanbaru. Selama ini, BPK tidak pernah memberikan arahan untuk penyempurnaan penataan aset pascadilaksanakannya audit.

"Adanya ini nanti kita akan sangat terbantu sehingga ada perbaikan ke depan," terangnya.

Namun itu semua masa lalu bagi Pekanbaru, setelah kini "hattrick" meraih WTP.

Sebagai penghargaannya daerah penerima WTP mendapat insentif berkisar Rp40 miliar.

Ia menyebutkan insentif ini patut disyukuri, dan pesannya opini WTP harus jadi motivasi dalam menyusun LKPD tahun 2019. Ia menyebut harus ada upaya sinergi agar kembali meraih WTP pada tahun depan.

"Intinya semua kegiatan sesuai aturan dan pemanfaatannya untuk masyarakat," jelasnya.

Politisi PKS ini berharap pemerintah kota bisa meraih opini WTP setiap tahun. Ia mengajak seluruh OPD bisa menyiapkan semua kegiatan sesuai rencana.

"Jadi mulai dari RPJMD maupun rencana kegiatan tahunan harus tertib administrasi dan akuntabel," ujarnya

Jenis opini BPK

Opini BPK merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada empat kriteria yakni kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern.

Terdapat empat jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, yakni Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion)

adalah opini audit yang akan diterbitkan jika laporan keuangan dianggap memberikan informasi yang bebas dari salah saji material.

Jika laporan keuangan diberikan opini jenis ini, artinya auditor meyakini berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan, perusahaan/pemerintah dianggap telah menyelenggarakan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik, dan kalaupun ada kesalahan, kesalahannya dianggap tidak material dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan.

Selain opini WTP ada pula opini WTP Dengan Paragraf Penjelasan (biasa disingkat WTP-DPP). Opini WTP-DPP dikeluarkan karena dalam keadaan tertentu auditor harus menambahkan suatu paragraf penjelasan dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporannya. Ada beberapa keadaan yang menyebabkan ditambahkannya paragraf penjelasan. Keadaan itu, misalnya, adanya ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi, adanya keraguan tentang kelangsungan hidup lembaga pengelola keuangan. Selain itu, bisa juga karena auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan atau adanya penekanan atas suatu hal. Dan bisa juga karena laporan audit yang melibatkan auditor lain.

Wajar dengan pengecualian (qualified opinion) adalah opini audit yang diterbitkan jika sebagian besar informasi dalam laporan keuangan bebas dari salah saji material, kecuali untuk rekening atau item tertentu yang menjadi pengecualian. Sebagian akuntan memberikan julukan little adverse (ketidakwajaran yang kecil) terhadap opini jenis ini, untuk menunjukkan adanya ketidakwajaran dalam item tertentu, namun demikian ketidakwajaran tersebut tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.

Tidak wajar (adversed opinion)

adalah opini audit yang diterbitkan jika laporan keuangan mengandung salah saji material, atau dengan kata lain laporan keuangan tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Jika laporan keuangan mendapatkan opini jenis ini, berarti auditor meyakini laporan keuangan perusahaan/pemerintah diragukan kebenarannya, sehingga bisa menyesatkan pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan.

Sedangkan opini tidak menyatakan pendapat (disclaimer of opinion) oleh sebagian akuntan dianggap bukanlah sebuah opini, dengan asumsi jika auditor menolak memberikan pendapat artinya tidak ada opini yang diberikan. Opini jenis ini diberikan jika auditor tidak bisa meyakini apakah laporan keuangan wajar atau tidak.

Opini ini bisa diterbitkan jika auditor menganggap ada ruang lingkup audit yang dibatasi oleh perusahaan/pemerintah yang diaudit, misalnya karena auditor tidak bisa memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk bisa menyimpulkan dan menyatakan laporan sudah disajikan dengan wajar.