Pekanbaru (Antaranews Riau) - Pengamat Energi dari Universitas Andalas, Ir Benny Dwika Leonanda, ST MT IPM mengatakan, pemerintah harus mempertahankan keamanan energi sebagai kemampuan menjaga ketersediaan sumber energi yang tidak terputus dengan harga yang terjangkau.
"Keamanan energi penting, sebab jika keamanan energi lemah akan berdampak terhadap ekonomi dan sosial bernegara," kata Benny dihubungi dari Pekanbaru, Senin.
Menurut dia, pemerintah harus menyediakan energi secara fisik, dengan harga yang tidak kompetitif dan berfluktuatif, sedangkan keamanan energi memiliki banyak dimensi. Antara lain berkaitan dengan investasi yang tepat waktu untuk memasok energi sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, dan ketersediaan energi dalam jangka panjang dan jangka pendek.
Ia menyebutkan, kebutuhan energi dalam jangka pendek adalah kemampuan terhadap sistem energi yang dapat bereaksi dengan cepat terhadap perubahan mendadak didalam keseimbangan permintaan dan penawaran di pasar nasional dan internasional.
Baca juga: PHE Siak Cari Cadangan Minyak Baru di Rohul, ini strateginya
"Dalam pasar internasional, harga sangat tergantung kepada permintaan dan penawaran, dan jika sumber energi secara fisik tidak tersedia atau terbatas pada kejadian ekstrem memungkinkan munculnya gangguan ketersediaan energi sesaat pada suatu negara," katanya.
Ia menekankan, keamanan pasokan dikhwatirkan bisa merusak ekonomi dipicu lonjakan harga yang ekstrim dalam waktu yang singkat, sedangkan tidak tersedianya pasokan fisik energi bisa dikhawatirkan cenderung terjadi di pasar energi dunia, sehingga sistem transmisi harus tetap terjaga agar keseimbangan pasokan dan kebutuhan menjadi stabil.
Oleh karena itu, katanya menekankan keamanan energi harus menjadi perhatian serius dari Presiden terpilih disamping tetap terus melakukan diversifikasi energi untuk menjaga stok sebagai upaya konversi atau peralihan dari energi minyak bumi menjadi non minyak dan bahan bakar fosil lainnya.
Untuk mendukung upaya diversifikasi energi, katanya, pemerintah perlu memperkuat dengan kebijakan, teknologi dan riset, sementar itu sumber-sumber energi tradisionil seperti bahan bakar minyak, gas, dan batubara. menyumbang karbon cukup besar dan Indonesia harus mengurangi emisinya dalam jumlah yang besar.
"Untuk menekan emisi karbon itu, maka pemerintah disarankan perlu merubah sistem transportasi darat yang menggunakan mesin pembakaran menjadi transportasi massal dengan menggunakan kereta api listrik," katanya.
Selain itu, katanya, pembangkit listrik harus diubah menggunakan energi terbarukan yang ramah terhadap lingkungan dengan menggunakan bahan bakar seperti pembangkit listrik tenaga nuklir, hydrogen, gas metana batubara, likuifikasi batubara, gasifikasi batubara, dan gasifikasi biomassa atau sampah dengan didukung seluruh instalasi pembangkit tersebut stasioner di satu tempat.
Baca juga: Penerimaan negara 2018 sektor EBTKE yang membanggakan
Baca juga: Menyongsong Energi Biru Indonesia