Pekanbaru, 11/8 (ANTARA) - Yayasan Pelestarian Harimau Sumatera (YPHS) mengembangkan metode pamangsaan harimau sumatera terhadap satwa mangsa (prey) yang dikandangkan di kawasan konservasi harimau sumatera Senepis di Kecamatan Sungai Sembilan, Kota Dumai, Riau.
"Metodenya cukup simpel, yakni meletakan babi hutan yang merupakan 'prey' untuk harimau di dalam sebuah kandang," kata Ketua YPHS Bustoni kepada ANTARA, Rabu.
Ia mengatakan, pengembangan metode tersebut sebagai upaya menekan konflik harimau dan manusia. Serangan satwa liar terhadap manusia kerap terjadi akibat habitat harimau sumatera (phantera tigris sumatrae) semakin menyempit dan sumber makanan yang mulai terbatas.
Langkah yang dilakukan membangun kandang semi permanen dengan luas sekitar 0,25 hektare yang akan dimasukan "prey" berupa dua pasang induk dengan beberapa anak babi hutan berjumlah 10-20 ekor.
Pada dua sisi kandang akan ditambahkan fasilitas pijakan kayu log yang memungkinkan bagi harimau untuk masuk dan keluar.
Menurut Bustoni, pengembangan metode ini merupakan embrio dalam pembuatan penangkaran harimau (tiger sanctuary) di hutan Senepis. Ke depannya, metode pemberian makan tersebut akan disempurnakan dengan membuat kandang untuk harimau.
Secara keseluruhan akan terdapat "tiger sanctuary" seluas 3,6 hektare yang terdiri dari lima kandang, empat diantaranya untuk harimau dengan ukuran 200x200 meter. Sedangkan satu kandang utama digunakan untuk perkawinan harimau.
"Harimau yang ditempatkan adalah harimau yang berkonflik dengan manusia dan harimau cacat berjenis kelamin jantan dan betina," kata Bustoni.
Di antara kandang harimau juga terdapat kandang untuk meletakan "prey" sebagai sumber makanan alami bagi satwa dilindungi itu.
"Saya yakin metode ini dapat meningkatkan populasi harimau dan cara ini tak mengurangi keliaran harimau, tapi hanya membatasi ruang geraknya," ujarnya.
Ia mengatakan, lokasi pengembangan metode awal di kawasan Senepis yang berbatasan dengan konsesi perusahaan kehutanan. Menurut Bustoni, ujicoba metode itu cocok diterapkan di Senepis berkat cukup banyak populasi harimau di daerah itu yang diperkirakan mencapai 20 hingga 25 ekor.
Konflik di daerah itu cukup tinggi karena habitat harimau makin menyempit karena alih fungsi hutan menjadi permukiman, perkebunan, dan adanya tiga konsesi perusahaan kehutanan.
Bustoni menambahkan, pengembangan metode tersebut juga turut bekerja sama dengan perusahaan industri kehutanan dari Sinar Mas Forestry.