Oleh Frislidia
Pekanbaru (Antarariau.com) - Manajemen Kantor Badan Penyelenggara Jaminan (BPJS) Kesehatan Cabang Pekanbaru memanggil 37 pengelola fasilitas kesehatan klinik dan rumah sakit yang bandel karena tidak mendaftarkan karyawan mereka menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Kita memangil fasilitas kesehatan yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan itu namun masih enggan mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta JKN-KIS padahal itu sebuah kewajiban," kata Kepala BPJS Kesehatan Kantor Cabang Kota Pekanbaru, Rahmad Asri Ritonga di Pekanbaru, Rabu.
Rahmad Asri menyampaikan itu di sela acara "Mediasi badan usaha tidak patuh mendaftar di wilayah Kota Pekanbaru bersama Kejaksaan Negeri Pekanbaru" diikuti pengurus, pengelola dan pemilik 37 unit klinik dan RS di daerah itu.
Menurut Asri, kebijakan memanggil sebanyak 37 pengelola faskes tersebut setelah melihat dari perpanjangan kontrak yang diajukan untuk tahun 2019 dan ditemukan bahwa banyak karyawan faskes itu yang belum didaftarkan menjadi peserta JKN-KIS.
Ia mengatakan, faskes terkait melayani pasien BPJS, lalu kenapa karyawan mereka sendiri belum didaftarkan menjadi peserta, seperti tiga hingga empat perawat, seorang dokter, satu owner dan lainnya.
"Kalaupun karyawannya bekerja tidak tetap, atau diganti-ganti, tinggal dilaporkan saja bahwa karyawan tersebut tidak bekerja lagi dengan pemilik faskes, jadi tidak ada masalah," katanya.
Namun demikian kewajiban dari pengelola faskes adalah menjaminkan karyawannya menjadi peserta, jika nanti berubah lagi atau terjadi keluar dan masuk pekerja, maka bisa dilaporkan melalui sistem e-Dabu. Sedangkan pemanggilan pengelola faskes nakal tersebut sudah dilakukan pada tahun 2017 mulai namun masih belum diacuhkan sehingga perlu mengajak Kejaksaan Negeri Pekanbaru sebagai pendamping dalam menindak pengelola faskes nakal.
Menurut Risky Rahmatullah SH, Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (TUN) Kejaksaan Negeri Pekanbaru,
bagi pengelola klinik dan rumah sakit yang tidak mendaftarkan karyawannya ke BPJS Kesehatan dapat diancam pidana penjara paling lama delapan tahun atau pidana denda paling banyak Rp1 miliar.
Ancaman tersebut, katanya menyebutkan diatur dalam Undang-undang nomor 24 tahun 2011 pasal 55.
"Sebelumnya, kami bersama BPJS Kesehatan sudah beberapa kali melakukan pembahasan yang sama dengan klinik dan rumah sakit tersebut, namun masih saja belum digubris. Bahkan pengelola sudah ada yang dipanggil hingga tiga kali, namun masih membandel. Seharusnya BPJS Kesehatan sudah bisa melakukan tindakan tegas pada pengelola kllinik kesehatan tersebut," kata Risky.
Risky menekankan, bahwa pengelola klinik dan rumah sakit adalah pahlawan kesehatan yang seharusnya bersikap bijak terhadap karyawannya untuk segera didaftarkan menjadi peserta BPJS Kesehatan. Apalagi ada aturan secara filosofi sudah disepakati bersama, tinggal implementasi saja.
"Saya bertugas mengikuti perintah langsung dari kejaksaan agung, yang bekerja sebagai jaksa pengacara negara yang mendapat kuasa hukum dari BPJS Kesehatan," katanya.
Ia menjelaskan, kalau BPJS Kesehatan menemukan perusahaan yang sudah mengutip premi JKN-KIS karyawannya namun tidak disetorkan ke BPJS Kesehatan maka, manajemen BPJS Kesehatan tinggal melaporkan kasus tersebut ke penyidik kepolisian.
Dalam kasus ini, katanya, penyidik kepolisian akan memproses kasus tersebut dan pembuktiannya cukup gampang karena ada pungutan tetapi tidak distor dan itu pasti terbukti.
"Berikutnya jika BPJS Kesehatan punya permasalahan perdata, seperti BPJS punya tagihan terhadap perusahaan yang nakal, tetapi tidak dibayarkan ke BPJS Kesehatan maka BPJS Kesehatan tinggal menyampaikan kepada kami," katanya.
Melalui surat kuasa maka kami selaku Jaksa Pengacara Negara, akan mendampingi BPJS Kesehatan untuk melakukan somasi dan mengajukan gugatan ke pengadilan negeri hingga putusan dikabulkan.
"Saat putusan dikabulkan oleh majelis hakim, maka kita akan melaksanakan putusan itu seperti perintah majlis hakim misalnya untuk menagih," katanya.
Sementara itu Kabid Perluasan dan Kepatuhan BPJS Kesehatan Kantor Cabang Kota Pekanbaru, Alicia Ade Nursyafni, mengatakan, pihaknya belum bersikap tegas terhadap pengelola klinik dan rumah sakit, karena masih bersikap persuasif menuntaskan persoalan yang ada hingga akhir Desember 2018.
"Namun jika sikap persuasif kita ini masih tetap diabaikan, maka pada 2019, BPJS Kesehatan sudah harus menerapkan sanksi tegas," kata Ade.