Menerjang Hambatan Korban Kekerasan Yang Ingin Belajar

id menerjang hambatan korban kekerasan yang ingin belajar

 Menerjang Hambatan Korban Kekerasan Yang Ingin Belajar

Oleh: Rizqy Nedia & Frislidia

Pekanbaru (Antarariau.com) - Masa kanak-kanak bagi Risty (11) seharusnya diisi dengan bermain bersama teman-teman sebaya dan belajar di sekolah. Tentu bukan hal yang mudah bagi seorang anak kecil untuk belajar sekaligus bekerja dan menanggung beban hidup keluarga.

Namun bagi yang bernasib kurang beruntung seperti Risty ini, harus rela mengorbankan masa kecilnya untuk membantu sang ibu mencari nafkah. Gadis kecil yang kini masih duduk dibangku kelas 5 SD itu harus berjualan tisu di perempatan lampu merah saat pulang sekolah.

Pekerjaan tersebut tentu saja menyita waktu bermain dan belajarnya. Kondisi keluarga yang berpendidikan rendah dan kurang mampu juga mengakibatkan dirinya kesulitan menghadapi pelajaran di sekolah karena tak ada yang membantu.

"Kalau malam begini biasanya ibu masih kerja atau mengurus rumah, sementara kakak menjaga adik, tapi kadang ikut belajar ke sini juga," kata Risty saat dijumpai sedang mendapatkan pelajaran tambahan untuk menyelesaikan PR-PRnya di Kelas Anak Ceria di Jalan Cendrawasih Kota Pekanbaru, baru-baru ini.

Kakak Risty, sebut saja Bunga (inisial, red) yang kini berumur 17 tahun itu, merupakan korban kekerasan seksual oleh ayahnya yang kini dipenjara. Kekerasan seksual tersebut menimbulkan luka mendalam dan trauma baginya sehingga akhirnya ia memutuskan untuk berhenti sekolah di jalur formal.

Menyadari pentingnya pendidikan, Bunga akhirnya sadar dan harus bangkit lagi untuk menamatkan pendidikannya demi masa depan. Kini dirinya pun sedang belajar di kelas yang sama dengan adiknya Risty, untuk selanjutnya agar bisa mengambil ujian paket C (setara SMA).

Risty dan kakaknya kini belajar tambahan di Kelas Anak Ceria sebuah lembaga pendidikan luar sekolah yang didirikan oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Riau. Kedua kakak beradik yang memiliki semangat belajar yang tinggi ini tidak menyerah untuk menerjang hambatan demi meraih cita-cita.

"Cita-cita saya kalau sudah dewasa nanti mau jadi dokter, makanya saya senang karena bisa belajar di sini, apalagi kalau pelajarannya matematika dan sains," ujarnya.

Memenuhi Hak Anak

Ketua LPA Riau, Esther Yuliani mengatakan bahwa Kelas Anak Ceria yang berdiri sejak September 2018 itu merupakan salah satu wujud kepedulian LPA dalam memperjuangkan pemenuhan 31 hak anak sesuai dengan UU no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, termasuk didalamnya hak untuk mendapat pendidikan.

"Pendidikan merupakan salah satu hak anak yang harus dipenuhi, mengingat pendidikan sangat penting dalam menentukan kualitas para penerus bangsa," katanya.

Kelas Anak Ceria ini, katanya, berawal dari temuan tim LPA saat turun kelapangan untuk mengamati masalah-masalah anak terlantar dan berada di perempatan lampu merah, berjualan koran dan tisu namun mereka tidak sekolah.

Saat bersamaan, katanya, relawan LPA mendekati anak-anak tersebut dan menawarkan mereka untuk mengikuti pembelajaran di Kelasa Anak Ceria. Mereka tetap diperbolehkan untuk berjualan di siang hari dan belajar di malam hari.

"Anak-anak ini belajar di Kelas Anak Ceria setiap malam, mulai dari pukul 19:00-21:00. Jam belajar ini dipilih untuk membiasakan anak-anak agar tidak bermain gadget atau menonton televisi, dan bisa mengisi waktu dengan kegiatan yang positif seperti belajar," katanya.

Dengan adanya program ini, kata Esther, mereka jadi dibantu untuk belajar, tim pengajar juga sangat senang karena antusias dari orangtua dan peserta didik ternyata cukup tinggi.

Saat ini, Kelas Anak Ceria memiliki 50 orang peserta didik dari jenjang pendidikan SD, SMP dan SMA. Para peserta didik ini umumnya merupakan warga sekitar yang tinggal di Jl. Cendrawasih.

Targetkan Kelas Baru

Tingginya antusias anak-anak ini untuk belajar, membuat relawan LPA di Kelas Anak Ceria bertekad untuk membuka kelas baru di berbagai kecamatan di Pekanbaru pada 2019.

"Untuk saat ini kita masih survei lokasi dan mencari tempat yang layak di Pekanbaru yang membutuhkan program seperti ini," kata Koordinator Kelas Anak Ceria, Fajar Yudha Utomo.

Menurut Fajar, program ini merupakan wadah yang sangat tepat bagi anak-anak kurang mampu tersebut untuk belajar sambil bermain. Tidak hanya pelajaran di sekolah saja yang diajarkan disini, tapi juga pembangunan karakter, agar anak-anak memiliki perilaku yang baik.

Untuk menerapkan sistem belajar sambil bermain ini, mereka sekarang masih butuh lebih banyak tenaga relawan yang memiliki latar belakang pendidikan dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) yang benar-benar memahami cara mengajar yang baik dari teori-teori yang mereka dapatkan saat di bangku kuliah.

Selain relawan, katanya menyebutkan, mereka juga terkendala masalah dana. Saat ini, dana operasional Kelas Anak Ceria hanya berasal dari donatur dan iuran pengurus.

"Untuk masalah dana, apabila perencanaan sudah mantap kami akan mencoba mengajukan proposal ke berbagai pihak baik swasta ataupun pemerintah yang bisa menjadi donatur agar Kelas Anak Ceria bisa semakin berkembang tahun depan," katanya.

Fajar mengatakan, pihaknya optimistis Kelas Anak Ceria ini dapat membuka kelas lagi di Pekanbaru. Ia juga berharap kedepannya bisa terus membantu anak-anak kurang mampu dalam belajar sehingga mereka bisa meraih prestasi setinggi-tingginya dan menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.

"Kami ingin mereka tidak menyerah dengan cita-cita yang mereka miliki, karena anak-anak ini sangat antusias belajar, bahkan kadang kalau tidak diberi PR mereka yang minta kepada para relawan agar diberi PR, semangat belajarnya bahkan lebih tinggi dari anak-anak biasa," ujarnya.