Oleh: Novita Eka Safitri & Frislidia
Pekanbaru (Antarariau.com) Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Pekanbaru menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan penasehat hukum terdakwa kasus pemalsuan surat tanah dalam agenda sidang lanjutan pembacaan putusan sela.
Penolakan tersebut kami putuskan setelah sebelumnya mendengarkan eksepsi dan tanggapan penuntut umum terkait nota keberatan yang telah disampaikan penasehat hukum terdakwa, kata Ketua Hakim, Martin Ginting, SH, MH di Pekanbaru, Senin.
Martin Ginting membacakan putusan sela didampingi oleh dua hakim anggota Asep Koswara, SH, MH dan Juli Handayani, SH, M.Hum dihadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Oka Regina, SH dan Nurainy Lubis, SH serta penasehat hukum terdakwa, Suharmansyah,SH,MH.
Dalam agenda sidang pembacaan putusan sela, Martin secara tegas menyampaikan empat putusan sela untuk Carly Herry Relano bin Rosmidjan dan diikuti dengan pembacaan amar putusan sela terhadap rekan tedakwa yaitu Azhar bin H. Dahlil dan Gani.
Empat putusan sela tersebut adalah menolak nota keberatan penasehat hukum terdakwa Carly Herry Relano bin Rosmidjan, dan kami justru menyatakan surat dakwaan JPU sebagai dasar putusan perkara pidana sah menurut hukum," kata Martin.
Martin untuk selanjutnya memerintahkan JPU melakukan pemeriksaan perkara, dan menangguhkan biaya perkara sampai dengan putusan akhir.
Dengan ditolaknya eksepsi penasehat hukum terdakwa, katanya menekankan, maka sidang perkara pemalsuan surat kembali dilanjutkan dengan sidang pembuktian.
"Sidang pembuktian dilanjutkan pada Kamis (1/11) pukul 09.00 WIB dengan agenda menghadirkan lima orang saksi dari Jaksa Penuntut Umum, ujar Martin Ginting.
Sebelumnya dalam agenda pembacaan eksepsi pada 16 Oktober 2018 oleh penasehat hukum terdakwa, Suharmansyah,SH,MH mengatakan bahwa Pasal 266 Ayat 1 KUHP yang di dakwakan oleh JPU merupakan kesalahpahaman, sehingga kedudukan tentang surat tanah dengan nomor 31/SKPT-KDL/XII/2013 tanggal 27 Desember 2013 yang diduga palsu tersebut adalah sebagai alat bukti dalam hukum perdata dan yang harus dilakukan adalah membatalkan alat bukti tersebut melalui gugatan perdata.
Oleh karena itu, Suharmansyah mengatakan dakwaan dari JPU batal menurut hukum karena telah menafsirkan atau menggunakan Pasal 266 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP sebagai sebuah kekeliruan sehingga terjadi error in persona.
Menanggapi eksepsi tersebut, JPU Oka Regina menyatakan bahwa dakwaan yang mereka bacakan dalam sidang pertama sudah mempertimbangkan semua aspek hukum dan telah diuraikan secara jelas dan cermat dengan mempertimbangkan unsur-unsur pasal dakwaan.
Dalam dakwaan JPU disebutkan perbuatan ketiga terdakwa dilakukan pada 2013 saat Carly dan ibunya memutuskan mendatangi Gani untuk meminta bantuan dalam mengurus Surat Keterangan Kepemilikan Tanah (SKPT). Gani yang saat itu menjabat sebagai ketua RW mendatangi Lurah Simpang Baru, Azhar dengan membawa Surat Pernyataan Rosmidjan dengan Nomor reg: 593/103/1984 tertanggal 30 April 1984 sebagai dasar untuk mengurus SKPT atas nama Rostiati.
Namun ternyata dalam berkas dakwaan yang disampaikan JPU Oka Regina, diketahui bahwa SKPT tersebut diduga palsu yang berujung dengan laporan oleh Aji Rifa Yedi kepada Carly dengan gugatan pemalsuan surat tanah yang berlokasi di kawasan Jalan Rajawali Sakti, RK 1, Kelurahan Simpang Baru, Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru.
Atas perbuatan tersebut, JPU mendakwa Azhar, Carly, dan Gani dengan pasal berlapis yakni Pasal 266 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 dan Pasal 263 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP Pidana tentang keterangan palsu dan pemalsuan surat dengan ancaman 4 tahun penjara.