Pekanbaru, (Antarariau.com) - Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Ir Wiratno menilai konflik antara harimau sumatera bernama Bonita yang memasuki perkampungan perkebunan sawit hingga menewaskan dua korban akibat kesalahan manusia.
"Yang salah perilaku manusianya," kata Wiratno dalam keterangan pers keberhasilan penangkapan harimau Bonita di Pekanbaru, Riau, Sabtu.
Dia mengatakan satwa liar, seperti Bonita tidak akan mengganggu apalagi memasuki perkampungan dan perkebunan sawit hingga menerkam manusia jika tidak terganggu habitatnya.
Wiratno mengatakan hal itu berdasarkan sejumlah referensi dan pengalaman dirinya dalam beberapa kali mengatasi konflik manusia dengan harimau.
Ia menjelaskan, beberapa penyebab kemungkinan terganggunya satwa liar seperti Bonita adalah ketika habitat si predator itu rusak atau ada keluarga dari satwa tersebut yang mati akibat ulah manusia.
"Satwa liar tidak mengganggu kalau tidak ada yang mengganggu dia. Bisa dipastikan itu," ujarnya.
Untuk itu, dia mengatakan bahwa penanggulangan konflik harimau dengan manusia seperti yang dilakukan di Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir dengan tidak mematikan predator itu menjadi contoh bagi daerah lainnya.
Wiratno menuturkan bahwa upaya penanganan Bonita, harimau sumatera betina berusia empat tahun di Kecamatan Pelangiran merupakan atensi semua pihak, termasuk Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dia mengakui, pada dasarnya cukup banyak konflik yang terjadi antara harimau dengan manusia di sejumlah wilayah lainnya.
Dia meminta agar upaya penanggulangan dengan melibatkan tim terpadu antara BBKSDA Riau, TNI, Polri serta Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir diterapkan wilayah lainnya untuk mengatasi permasalahan yang sama.
"Antisipasi ke depan, tim terpadu jalan terus. Saya menduga masih ada konflik-konflik serupa yang akan terjadi dan sudah terjadi di daerah lain. Penanganan ini bisa jadi contoh daerah lain," ujarnya.
Bonita, harimau sumatera betina dalam empat bulan terakhir berkeliaran di areal pemukiman warga dan perkebunan sawit PT THIP. Selama itu pula, Bonita dua kali menerkam dua manusia hingga tewas.
Jumiati, menjadi korban pertama yang meninggal pada awal Januari 2018. Perempuan berusia 33 tahun tersebut diserang Bonita saat bekerja di KCB 76 Blok 10 Afdeling IV Eboni State, Desa Tanjung Simpang, Pelangiran, Indragiri Hilir. Terakhir, Yusri Efendi (34) meregang nyawa di desa yang sama, namun berjarak sekitar 15 kilometer dari lokasi tewasnya Jumiati.
Bonita berhasil dilumpuhkan tim terpadu setelah dua kali ditembak bius pada Jumat pagi kemarin (20/4). Proses pencarian Bonita mengukir drama tersendiri, hingga yang paling menarik ketika seorang ahli bahasa satwa asal Kanada didatangkan membantu proses penangkapan, awal April 2018 lalu.
Saat ini, Bonita dievakuasi menuju pusat rehabilitasi satwa Dharmasraya, Sumatera Barat. Di pusat rehabilitasi milik Yayasan Arsari Djojohadikusumo tersebut, Bonita akan diobservasi prilaku yang selama ini dinilai menyimpang karena terlihat mendekati manusia.
***4***
Berita Lainnya
Pembalakan liar ancam keberadaan harimau sumatera
04 February 2022 1:11 WIB
KLHK gagalkan penjualan kulit harimau dan janin rusa di Kuansing
30 August 2021 14:34 WIB
KLHK beri 47 penghargaan terkait penanganan konflik harimau dengan manusia di Riau
17 July 2020 6:12 WIB
Untuk tambah pasokan pangan harimau, KLHK berencana lepaskan rusa ke hutan
30 December 2019 16:24 WIB
KLHK gandeng Polda Riau buru sindikat penjualan organ harimau
11 December 2019 12:13 WIB
Lima pemburu harimau sumatera ditangkap, ada suami-istri pelakunya
07 December 2019 20:07 WIB
KLHK turunkan tim evakuasi harimau di fasilitas Chevron, begini penjelasannya
07 August 2019 20:16 WIB
KLHK gencarkan operasi pembersihan jerat satwa dilindungi setelah harimau Inung Rio mati
04 July 2019 21:34 WIB