Pekanbaru (Antarariau.com) - Bank Indonesia menyatakan biaya untuk investasi pembangunan infrastruktur Sistem Informasi Debitur atau SID, secara nasional butuh dana sekitar Rp650 miliar.
"Kalau infrastruktur dibangun butuh Rp650 miliar, itu jumlah angka yang besar," kata Deputi Direktur Departemen Pengelolaan & Kepatuhan Laporan Bank Indonesia (BI), Yoni Depari, pada "Diseminasi Informasi Perkreditan Nasional dan Pengawasannya", di Kota Pekanbaru, Senin.
Ia menjelaskan pada SID kini tercatat sekitar 140 juta debitur di seluruh Indonesia, dari jumlah itu sekitar 50 juta-an dalam kondisi aktif.
SID memerlukan pengembangan teknologi dan infrastruktur secara berkelanjutan, meski begitu data tersebut juga masih memiliki beberapa risiko.
Risiko pertama, keakuratan data debitur yang dilaporkan oleh bank umum, bank perkreditan rakyat dan lembaga keuangan nonbank (LKNB).
"Belum tentu data di BI sesuai karena mungkin informasi debitur tidak semua lengkap," ujar Yori mengingatkan betapa pentingnya keakuratan pelaporan data dari lembaga keuangan.
Risiko kedua, sistem yang ada bisa saja membuat kesalahan sehingga pengembangan sistem perlu terus diperbarui oleh BI maupun dari pihak perbankan.
"Tugas kita untuk isi infrastruktur dengan data yang akurat dan bisa dipertanggungjawabkan," katanya.
Dalam kesempatan itu, Yori juga mengingatkan bahwa akan ada peralihan dari BI kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mulai Januari 2018 dan akan bertanggung jawab pada SID.
Ketika data debitur dikelola OJK, sistem tersebut akan berganti nama menjadi Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dan hanya ada sedikit perbedaan dalam teknis pelaporannya.
Karena itu, BI meminta agar perbankan dan LKNB untuk memverifikasi lagi data debitur sebelum peralihan ke OJK diterapkan.
Menurut Yoni, BI menyediakan gerai informasi untuk melakukan pengecekan.
"Tolong lihat data sebelum beralih, apakah data-data debitur yang tercantum sudah benar atau tidak," pesan Yoni.