Jakarta (ANTARA) - Pemerintah berupaya mempercepat swasembada pangan sebagai fokus utama Astacita dan Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) yang harus segera terwujud untuk memenuhi konsumsi pangan masyarakat.
Sejumlah pertimbangan mendorong upaya percepatan swasembada pangan sebagai program krusial. Secara aspek global, swasembada pangan harus dipercepat mengingat kondisi perubahan iklim yang makin fluktuatif, berlarut-larutnya perang Israel-Palestina dan Rusia Ukraina yang merusak rantai pasok pangan global, serta peningkatan populasi global yang diperkirakan mencapai 10 miliar jiwa beberapa dekade ke depan sehingga membutuhkan tambahan 56 persen produksi pangan. Kondisi global tersebut berisiko mengarah pada terjadinya krisis pangan global.
Dari sisi domestik, percepatan swasembada pangan sangat dibutuhkan untuk mendukung program makan bergizi gratis bagi pelajar, anak balita, dan ibu hamil. Program ini menargetkan lebih dari 80 juta penerima manfaat dengan cakupan 100 persen pada tahun 2029.
Secara jangka panjang, Indonesia juga akan menghadapi kondisi bonus demografi pada tahun 2030 di mana penduduk usia produktif mendominasi struktur umur penduduk. Hal ini tentunya membutuhkan penguatan ketahanan pangan dalam rangka memenuhi peningkatan konsumsi pangan akibat bonus demografi.
Mempertimbangkan kondisi tersebut, Pemerintahan Prabowo-Gibran mengambil sejumlah langkah untuk melakukan percepatan swasembada pangan. Dari sisi anggaran, Pemerintah melakukan reprioritas anggaran yang mencakup kegiatan untuk swasembada pangan beras sebesar Rp23,61 triliun dan mendukung program pangan bergizi sebesar Rp413,67 miliar.
Langkah berikutnya adalah rencana penggarapan 2,3 juta hektare sawah meliputi optimalisasi lahan rawah (oplah) cetak sawah baru, serta normalisasi irigasi tersier, primer, dan sekunder daerah eksisting.
Di samping itu pemerintah juga melanjutkan program food estate atau kawasan sentra produksi pangan. Food estate berperan penting dalam membuat ketahanan pangan nasional secara berkelanjutan sekaligus menjadi hub distribusi pangan bagi daerah-daerah di Indonesia.
Sejumlah kebijakan di atas tentunya perlu ditindaklanjuti oleh sejumlah strategi untuk mewujudkannya, salah satunya adalah strategi pembangunan infrastruktur sebagai komponen utama untuk menyukseskan percepatan swasembada pangan.
Lalu bagaimana strategi pembangunan infrastruktur yang diambil Pemerintah untuk mewujudkan percepatan swasembada pangan nasional?
Pembangunan dan rehabilitasi irigasi
Strategi pembangunan infrastruktur pertama yang dijalankan adalah pembangunan dan rehabilitasi irigasi. Infrastruktur irigasi memegang peranan penting dalam menyalurkan air dari bendungan, embung, dan waduk ke sawah-sawah petani.
Untuk mencapai hal tersebut, sejumlah kebijakan telah disiapkan, antara lain, pembangunan 10.000 hektare (ha) dan rehabilitasi 45.000 ha jaringan irigasi. Untuk pembangunan irigasi salah satunya dilakukan dengan melakukan pembangunan jaringan irigasi Semantok Kiri di Nganjuk, Jawa Timur.
Pembangunan jaringan irigasi ini berupaya untuk menghubungkan sumber air dari Bendungan Semantok dengan sawah-sawah petani. Bendungan tersebut saat ini telah mengairi 1.906 ha lahan pertanian.
Bendungan Semantok ini memiliki kapasitas tampung sebesar 23 juta meter kubik (m3) yang bersumber dari aliran Sungai Semantok dengan luas area genangan sebesar 365 ha. Bendungan ini telah diresmikan oleh Presiden Ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo pada Desember 2022 dan memberikan manfaat setelah 2 tahun musim tanam, bahkan pada musim kemarau.
Namun, untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan mendukung Jawa Timur sebagai lumbung pangan nasional, maka perlu dilakukan pembangunan saluran irigasi Semantok Kiri pada tahun 2025 dengan anggaran Rp67 miliar.
Harapannya, dengan terbangunnya jaringan irigasi Semantok Kiri maka akan terdapat tambahan 499 hektare area pertanian yang terairi sehingga upaya untuk mendukung Jawa Timur sebagai lumbung pangan pun dapat tercapai.
Selain pembangunan irigasi baru, Pemerintah juga berupaya melakukan rehabilitasi pada jaringan-jaringan irigasi yang sudah ada salah satunya dengan melakukan modernisasi irigasi.
Daerah Irigasi (DI) Siman di Jombang, Jawa Timur, dapat menjadi contoh bagaimana modernisasi dengan menggunakan teknologi dan digitalisasi dapat mengotomatisasi pintu-pintu air sampai dengan mengatur ketinggian dan penyaluran air irigasi.
Luas layanan irigasi DI Siman-Serinjing yang dimodernisasi dan digitalisasi seluas 4.525 ha melayani Kabupaten Kediri dan Jombang. Tujuan dari modernisasi sendiri untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi daerah irigasi sehingga air dapat terdistribusikan secara adil dan merata di lahan pertanian.
Modernisasi DI Siman telah memberikan manfaat peningkatan indeks pertanaman (IP) dari 237 persen menjadi 260 persen. Di samping itu juga peningkatan produksi padi dan palawija dari semula 50.500 ton menjadi 62.000 ton.