Warga Teluk Meranti Banting Setir Jadi Peternak Walet

id warga teluk, meranti banting, setir jadi, peternak walet

Warga Teluk Meranti Banting Setir Jadi Peternak Walet

Pelalawan (Antarariau.com) - Sebagian besar penduduk Teluk Meranti, Pelalawan, Riau kini beralih menjadi peternak walet sebagai alternatif sumber mata pencarian, sejak mereka dilarang menggarap dan membakar hutan sebagai sumber hidup sejak tahun 2004.

"Kini di Kelurahan Teluk Meranti terdapat sekitar 190 an rumah sarang walet," kata Lurah Kecamatan Teluk Meranti Nursidin di Pelalawan, Rabu.

Nursidin menjelaskan masyarakat Teluk Meranti dulunya memiliki kehidupan sosial ekonomi yang unik. Sebelum adanya konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) di sekitar kawasan tersebut, penduduk biasa mengolah kayu yang ada di hutan untuk dijual ke luar negeri. Selain juga menjadi nelayan dan petani padi di lahan berpindah-pindah.

Tetapi setelah ada larangan membakar hutan mereka pun mencoba beralih ke pekerjaan lain yakni menangkar burung walet. Sehingga sejak itu Kelurahan Teluk Meranti menjadi sangat prospek untuk peternakan walet karena letaknya di ujung Pulau Sumatera dan berbatasan dengan laut lepas.

Penangkaran walet bukan hanya ada dan digeluti warga Kelurahan Teluk Meranti yang terkenal dengan wisata alam bononya, tetapi juga oleh penduduk yang berada disepanjang pinggiran sungai Kampar tersebut.

"Kini di Kelurahan Teluk Meranti saja sudah berdiri 190 bangunan sarang walet," tuturnya.

Menurut dia bagi beberapa penduduk yang sudah mulai menggeluti penangkaran walet sejak 2004 kini bahkan sudah mampu menghasilkan produksi 25 kilogram sarang perbulan. Dengan demikian pendapatan yang lumayan besar bisa diraih jika usaha ini digeluti.

Pasalnya ia mencontohkan untuk saat ini sarang walet di luar negeri dihargai Rp13 juta/kg. Sementara isi satu kilogram ada sekitar 125 sarang.

"Sementara bagi yang rumah yang sudah menangkar walet selama dua tahun ke atas bisa memperoleh panen 1kg per bulan," urainya.

Dengan demikian kini kehidupan masyarakat Teluk Meranti mulai bangkit dari kondisi yang sempat terpuruk setelah adanya larangan membakar hutan. Selain pekerjaan lain sebagai petani kebun karet, dan nelayan.

Ia menambahkan dengan penangkaran walet ini Pemkab Pelalawan juga memperoleh pendapatan daerah dari pajak, namun sejauh ini belum bisa diterapkan sepenuhnya sesuai Perda yang ada khususnya untuk jarak sarang dari pemukiman.

"Kalau di sini memang sarang walet melekat di pemukiman, agar tidak di curi orang, kecuali di kota," tegasnya.

Terkait pajak memang diakuinya masih kurang maksimal penerapannya karena warga belum semua tersosialisasikan. Artinya saat rumah walet dibangun Pemda belum melakukan penerangan mengenai syarat-syaratnya ke masyarakat.

"Sehingga diberlakukan pajak rata-rata Rp250.000/satu rumah/tahun," tambahnya.

Namun tahun depan Pemkab Pelalawan bertekat akan gencar menyosialisasikannya agar masyarakat taat pajak dan faham manfaat dari membayar serta tidak mencurigainya akan disalahgunakan.