Ratusan Petani Sawit Demo Perusahaan Tuntut Pembayaran Hak Rp6 Miliar

id ratusan petani, sawit demo, perusahaan tuntut, pembayaran hak, rp6 miliar

Ratusan Petani Sawit Demo Perusahaan Tuntut Pembayaran Hak Rp6 Miliar

Pekanbaru (Antarariau.com) - Ratusan petani sawit yang tergabung dalam Aliansi Komunitas Petani Kelapa Sawit Desa Bencah Kelubi, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Riau menggelar aksi unjuk rasa menuntut pembayaran hak petani oleh sebuah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) senilai Rp6 miliar, Kamis.

Koordinator aksi, Ridho Ikhsan dihubungi Antara dari Pekanbaru mengatakan ratusan petani tersebut harus memperjuangkan nasib mereka ekstra keras, karena ternyata PKS yang dikelola PT Inti Karya Plasma Perkasa (IKPP) tersebut bermasalah hukum dan dalam penanganan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"KPK saat ini berusaha melelang PKS itu. Sementara KPK tidak mewajibkan kepada pemenang lelang untuk membayarkan hak kami," kata Ridho.

Ia menjabarkan, kasus tersebut berawal dari mulai ditetapkannya Nazarudin sebagai tersangka oleh KPK pada 2011 silam. PT IKPP sebagai pengelola PKS tersebut kemudian turut dalam pengawasan KPK, karena merupakan salah satu aset Nazarudin.

Ia menceritakan pada 2012 KPK mulai menyita PKS yang saat itu masih dalam pengelolaan PT IKPP. Namun, perusahaan itu tidak kunjung tutup dan terus beroperasi meski dalam pengawasan KPK.

"Pada 2012 saat itu belum inkrah, masih proses jadi PKS tetap jalan. Kemudian PT IKPP menyerahkan pengelolaan PKS ke PT Karya Abadi Energi," ujarnya.

"Karena tetap dibuka, makanya kami masyakarat terus menjual TBS (tandan buah segar) ke PKS tersebut. Pada 2015 pembayaran mulai tersendat hingga mencapai Rp6 miliar," lanjutnya.

Ia mengatakan PT Karya Abadi Energi (KAE) sebenarnya berusaha membayar hak petani sejak 2017 ini. Namun, pembayaran tersebut tersendat sementara KPK menyatakan mulai mengambil alih PKS untuk kemudian melakukan pelelangan.

Dalam aksinya tadi, KPK dan perusahaan serta petani dan karyawan yang belum dibayarkan haknya sempat melakukan mediasi. Namun, ia mengatakan belum ada keputusan yang jelas dari mediasi tersebut.

"Yang jelas kami berharap KPK turut dapat menyelesaikan masalah ini. Aturannya memang tidak ada, mereka selalu membawa bahasa Undang-Undang. Kalau kita mau beragumen kenapa dibiarkan dari dulu. Kenapa tidak ditutup, sedangkan kami tidak pernah diajak diskusi," jelasnya.