Disperindag Pekanbaru Nilai Kebijakan Acuan Harga Migor Curah Picu Inflasi

id disperindag pekanbaru, nilai kebijakan, acuan harga, migor curah, picu inflasi

Disperindag Pekanbaru Nilai Kebijakan Acuan Harga Migor Curah Picu Inflasi

Pekanbaru (Antarariau.com) - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, menyatakan kebijakan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita terkait harga acuan minyak goreng curah sebesar Rp10.500 per liter, akan rawan memicu inflasi.

"Artinya pedagang di Riau akan memanfaatkan kebijakan ini untuk ikut menaikkan harga minyak goreng curah," kata Kepala Bidang Perdagangan Disperindag Kota Pekanbaru Masirba Sulaiman di Pekanbaru, Kamis.

Masirba Sulaiman mengemukakan dengan acuan itu maka harga eceran minyak goreng di Pekanbaru akan naik, karena posisi sebelumnya untuk tingkat produsen masih dibawah Rp10.500 per liternya.

Sehingga berimbas pada pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) setempat yang akan menaikkan harga jual dagangannya.

Masirba menjelaskan sebenarnya saat ini harga minyak goreng curah di tingkat produsen Riau dan Pekanbaru masih lebih rendah dari angka patokan atau acuan Kementerian Perdagangan.

Namun dengan diterbitkannya acuan Rp10.500 per liter maka akan otomatis produsen menaikkan harga jual mereka.

Dengan naiknya harga produsen itu tentunya akan berimbas bagi kenaikan dari pedagang besar ke pengecer hingga konsumen akhir.

Padahal di Riau harga minyak goreng curah tingkat produsen lebih rendah tergantung kualitasnya, bisa dari minyak kelapa sawit dan kelapa biasa. Kalau harga minyak curah sawit beli kemasan jerigen Rp9.000 - Rp10.000 per liter.

Sehingga sebut Masirba lagi kebijakan ini harusnya tidak diterapkan dengan besaran sama rata atau seragam bagi semua wilayah di Indonesia.

Dinilai Masirba, kebijakan ini jika diterapkan di Riau akan berdampak negatif, bukan menekan inflasi malah sebaliknya.

"Ini saya khawatir beberapa harga makanan naik, karena pelaku usaha mengeluarkan biaya ekstra lagi," sebutnya.

Kalau memang pemerintah menerbitkan peraturan untuk menjaga stok dan pengendalian harga guna menekan inflasi, harusnya ada pembedaan penetapan harga sesuai lokasi penghasil.

Misalkan saat ini Riau untuk harga minyak curah ditingkat produsen bisa memenuhi angka yang dipatok Menteri.

"Bahkan dibawah acuan harga yakni dikisaran Rp9.000-Rp10.000 per liter tergantung kualitasnya," ucap Masirba.

Kalau patokan ini dibawa ke wilayah Timur seperti Papua dan sebagainya harganya jelas tidak bisa, karena akan ada biaya tambahan seperti transportasi dan sebagainya, Kecuali pemerintah membantu dengan memberikan subsidi.

Kalau memang pemerintah menerbitkan peraturan untuk menjaga stok dan pengendalian harga guna menekan inflasi, harusnya ada pembedaan penetapan harga sesuai lokasi penghasil.

Ditempat berbeda pedagang besar kebutuhan pokok di Pekanbaru, A Basri saat dijumpai antara mengaku belum menerima adanya edaran tentang aturan tersebut.

Menurutnya kalau kebijakan ini diterapkan di tingkat produsen sangat tepat, sehingga untuk eceran akan dihitung sesuai biaya ongkos yang timbul oleh masing-masing pedagang dan pengecer.

Tetapi sebaliknya jika ini acuan harga tingkat pedagang eceran, suatu hal yang mustahil, karena saat ini saja mereka sudah membeli pada produsen atau pabrik harga minyak goreng senilai Rp10.300 per kilogramnya. Belum ditambah biaya ikutan yang akan dibebankan yakni transportasi, dan sebagainya.

"Harga pabrik dua hari lalu Rp10.300, per kilogram, ongkos tangki Rp250, ditambah biaya alinnya totalnya kami bisa jual Rp10.900 per kilogram sampai di pasar," urainya.

Pada intinya pedagang tidak keberatan jika harga acuan minyak goreng curah itu dipatok Rp10.500 berlaku di tingkat produsen.

Namun jika memang untuk pengendalian harga dan inflasi harusnya pemerintah menyediakan subsidi.

"Kuncinya pemerintah kalau mau harganya tetap disubsidi saja," saran A Basri.

Sementara pantauan harga minyak goreng curah di beberapa pasar tradisional saat ini di ecer Rp12.000 -Rp12.500 perkilogram.

Minyak goreng ini masih banyak diminati masyarakat khususnya kelas menengah ke bawah termasuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).