BBKSDA Riau Usut Jaringan Perdagangan Harimau Internasional
Pekanbaru, 19/3 (ANTARA) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau berjanji akan mengusut tuntas jaringan perdagangan harimau internasional yang hingga kini sangat sulit untuk diungkap. "Kami akan usut tuntas jaringan internasional perdagangan harimau dengan berkoordinasi dengan kepolisian," kata Kepala Bidang Wilayah I BBKSDA Riau, Edi Susanto, kepada ANTARA di Pekanbaru, Jumat. Edi mengatakan hal tersebut terkait penangkapan Wiryo Asmadi, seorang kakek berusia 92 tahun asal Kabupaten Indragiri Hilir, yang sudah lebih dari 75 tahun menjadi pemburu harimau Sumatera (panthera tigris sumatrae). Modus perburuan, kata dia, diduga kuat adalah perdagangan yang melibatkan jaringan internasional di Singapura. Menurut dia, masih ada pelaku lain yang masih bebas berkeliaran. Selama ini, lanjutnya, rantai perdagangan kulit harimau di Riau berada di tiga lokasi yakni di Pekanbaru, Belilas dan Tembilahan. "Jaringan perdagangan telah kami identifikasi dan akan kami koordinasikan dengan instansi penegak hukum untuk menyusun langkah-langkah konkret pemberantasannya," ujar Edi. Berdasarkan data WWF, selama kurun waktu 1998 hingga 2009, telah ada sebanyak 46 ekor harimau Sumatera ditemukan mati akibat konflik dengan manusia dan perburuan. Atau rata-rata sebanyak tujuh ekor harimau mati di Riau setiap tahun. Jumlah harimau Sumatera yang ditemukan mati terbunuh oleh manusia pada tahun 2009 mencapai empat ekor, lebih banyak dari kasus kematian harimau pada tahun 2008 yang hanya mencapai satu ekor. Sementara itu, baru ada tiga kasus terkait perburuan harimau yang berakhir di pengadilan dalam periode waktu yang sama. Kasus perburuan dan pembunuhan harimau pernah disidangkan di Riau antara lain pada tahun 2001, 2004 dan 2009. Pada kasus terakhir, persidangan terkait perburuan dan pembunuhan harimau bertempat di Pengadilan Negeri Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir. Perburuan menjadi salah satu ancaman bagi kelangsungan harimau yang sudah tergolong spesies terancam punah (critical endangered species) dan populasinya di Riau diperkirakan tinggal 30 ekor.