Sempat Diprotes, Honor Ribuan THL Pekanbaru Tetap Akan Disunat

id sempat diprotes, honor ribuan, thl pekanbaru, tetap akan disunat

Sempat Diprotes, Honor Ribuan THL Pekanbaru Tetap Akan Disunat

Pekanbaru (Antarariau.com) - Pemerintah Kota Pekanbaru, Provinsi Riau bersikukuh memotong honor ribuan tenaga harian lepas (THL) yang bekerja di satuan kerja perangkat daerah setempat, walau sudah mendapat protes beberapa waktu lalu dengan alasan penghematan anggaran.

"Ini jalan yang lebih baik di tengah kondisi keuangan daerah yang terbatas," kata Sekretaris Kota (Sekko) Pekanbaru M Noer di Pekanbaru, Selasa.

Pemko tidak punya pilihan lain menyikapi krisis keuangan daerah yang berakibat kepada tidak cukupnya dana untuk pembayaran honor THL.

Sementara rasionalsasi di triwulan I tahun 2016 juga sudah dilakukan bagi semua kegiatan yang ada di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

"Ini lebih baik daripada mereka dirumahkan," katanya lagi.

M Noer menjelas Pemko tiap tahunnya harus mengeluarkan dana sekitar Rp150 miliar untuk membayar honor 5.847 THL.

Sementara tahun 2016 ini Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) Kota Pekanbaru diperkirakan akan terasionalisasi sekitar Rp600-Rp700 miliar dari Rp3,1 triliun yang sudah disetujui DPRD. Hal ini terjadi akibat pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH) oleh pemerintah pusat termasuk Dana Alokasi Umum (DAU).

M Noer menegaskan besaran pemotongan honor THL dilakukan bervariasi tergantung jenjang pendidikan yang ditamatkan.

"Karena itu ada aturannya, jika awalnya besaran honor THL berdasarkan upah minimum kota (UMK) yakni Rp2,1 juta. Maka kini penggajian dihitung berdasarkan pendidikan terakhir," tegasnya lagi.

M Noer mencontohkan besaran honor untuk THL tamatan SD-SMA maksimal menerima Rp1.500.000 per bulan. Tamatan Diploma III akan menerima gaji Rp1.650.000 per bulan. Sedangkan tamatan SI-S2 dan sopir pimpinan akan menerima gaji Rp1.750.000 per bulan.

"Kami sudah mencoba tahan-tahan, tapi tidak mampu juga," katanya lagi.

Walau diakuinya pengelompokan gaji sesuai pendidikan terakhir sendiri bukan tanpa polemik.

Dengan sistem ini masa kerja THL yang sudah bekerja lebih lama dengan yang baru menjadi tak dipertimbangkan. Terkait ini, Sekko memiliki alasan tersendiri.

Ia merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 48/ 2005 yang menyatakan tidak boleh lagi menerima tenaga honorer, maka disebut tenaga harian.

"Saya menyampaikan, tidak bisa mereka yang menentukan. Jika THL kami rumahkan lebih parah lagi. Suatu saat memang kami akan rumahkan mereka. Kalau kami tidak ada acuan susah juga," jawabnya.

Dengan pemotongan honor THL ini, M Noer menyebut terjadi penghematan anggaran. Walau pihaknya belum memiliki angka pasti.

"Jika kami hitung itu, belum cukup juga menutupi kekurangan yang terjadi," katanya mengakiri.